“Jakarta Darurat Polusi
Udara”
Sebuah
tajuk berita yang kita jumpai pada berbagai media dari televisi hingga sosial
media. Pengamat dan ahli mengatakan bahwa udara Ibu Kota berada pada level
berbahaya. Sebagai masyarakat yang tinggal beribu kilometer dari The Big Durian, julukan Kota Jakarta, muncul
sebuah tanda tanya.
Apakah benar polusi udara
Ibu Kota sudah mencapai stadium akhir ?
Kunjungan
saya beberapa waktu lalu ke Kota Batavia membawa secercah jawaban.Ternyata
kondisi Ibu Kota lebih mengkhawatirkan dari tayangan Televisi. Sehingga tidak
mengherankan jika WHO menempatkan Jakarta sebagai 22 kota paling berpolusi
(udara) di dunia. Kota metropolitan ini mengantongi Air Quality Index (AQI) dengan nilai 152, angka tesebut dua kali
lipat lebih tinggi dari standar batas udara bersih internasional.
Tidak
hanya masalah akan polusi udara yang kronis, rentannya polusi suara, tingginya
polusi cahaya, kelangkaan air bersih, maraknya banjir dan penurunan air muka
tanah menambah daftar panjang masalah yang diderita Jakarta. Berbagai kajian
sebenarnya telah menemukan akar masalah keruhnya lingkungan Ibu Kota. Namun, program-program
penanganan masalah lingkungan seolah tak mempan mengobati penyakit Ibu kota.
Pemindahan Ibu Kota : Win-win Solution
sumber: http://rilis.id/
Wajah
Jakarta menjadi sebuah kontradiksi. Ibu Kota merupakan sebuah identitas.
Menengok riset dan statistik, banyak ahli menyimpulkan bahwa Jakarta hari ini sudah
tidak ideal menyandang status sebagai Ibu Kota dan juga tidak layak menjadi
tempat hunian bagi hampir 11 juta orang.
Pemindahan
Ibu Kota harus segera direalisasikan sebagai win-win solution demi Jakarta dan Indonesia yang lebih baik. Dengan
pindahnya Ibu Kota maka akan menekan kepadatan penduduk secara nyata, juga
memangkas kegiatan alih fungsi lahan. Beban lingkungan yang ditanggung Jakarta secara
positif akan berkurang seperti harapan semua orang.
Ibu
Kota Baru tidak hanya membawa angin segar bagi Jakarta tapi juga merupakan realisasi
cita-cita lama. Indonesia berhak akan wajah ibu kota yang elok di mata dunia
sebagai sebuah identitas yang harum. Tidaklah mustahil Ibu kota negeri kita
tercinta akan mampu bersanding dengan ibu kota terbaik dunia sekelas Kota
Paris, Tokyo bahkan Moskow di masa depan.
Ibu
Kota Baru, Harapan Baru
Pemindahan
ibu kota bukanlah fenomena baru, banyak negara telah berhasil mewujudkannya
seperti Brasil, Amerika Serikat hingga negara tetangga, Malaysia. Kini giliran
Indonesia mencetak momen historisnya. Perlahan tapi pasti, pemindahan ibu kota
mulai terlihat konkrit pada pemerintahan presiden ke-7 RI, Bapak Joko Widodo.
Sinyal
pemerintah menunjukkan bahwa ibu kota baru akan berada di wilayah timur, yaitu
Pulau Kalimantan. Hal tersebut merupakan kabar segar. Selama ini pembangunan
nyaris selalu Jawa sentris, dimana pembangunan berbagai bidang seperti
kesehatan, pendidikan dan infrastruktur terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dengan
dipilihnya Kalimantan sebagai calon bakal ibu kota baru, merupakan sebuah
harapan akan tercapainya Indonesia sentris
Menteri
PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa rencana pemindahan
ibu kota Negara RI ke lokasi yang baru sudah masuk ke dalam rancangan
teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pemindahan
ibu kota merupakan bagian dari strategi jangka panjang. Untuk itu diperlukan
kajian mendalam dan terencana.
Spirit Kebangsaan
Satu
catatan penting bahwa selain soal pembangunan infrastruktur, banyak hal perlu
dikaji terutama “spirit” dari ibu kota yang baru nanti. Ibu kota baru merupakan
etalase negeri, tak hanya berfungsi mendukung pelaksanaan administrasi yang
prima. Anak bangsa tentunya berharap hadirnya pembangunan infrastruktur
kesenian pada ibu kota yang baru.
Banyak
pekerja kreatif di bidang kesenian yang tak akan keberatan jika dilibatkan.
Bukankah sangat elok jika ibu kota baru kaya akan kantong-kantong kegiatan
kesenian. Panggung kesenian menjadikan ibu kota tidak hanya megah tapi juga
berjiwa kebangsaan. Ibu kota yang baru merupakan mega proyek yang merupakan genuine kaya anak bangsa sendiri. Jika
kota-kota lain seperti Yogyakarta, Bali dan Banyuwangi mampu membranding
dirinya menjadi kota kesenian, begitu juga dengan ibu kota baru kita nantinya.
Ibu Kota Baru : Sustainable Green City
Pembangunan
kerap kali mengorbankan lingkungan, sehingga banyak pihak berharap Pemerintah
berkomitmen agar pembangunan ibu kota baru ramah lingkungan. Sejalan dengan
penjelasan Kepala Bappenas, bahwa pembangunan ibu kota mengusung konsep green city dimana clean renewable bukan tergantung fossil. Sehingga dalam jangka
panjang tercipta ibu kota yang hijau dan berkelanjutan.
Keberpihakan pada Sektor
Tradisional
Mustahil
ibu kota berdiri tanpa infrastruktur yang prima. Menteri PPN/ Kepala Bappenas baru-baru
ini menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran akan dieksekusi
dalam kurun waktu 2020-2024 guna menyiapkan ibu kota yang baru. Tak main-main
dana investasi yang akan digelontorkan sebesar Rp. 446 triliun.
Pembangunan
ibu kota baru secara langsung akan menumbuhkan titik-titik ekonomi baru
utamanya sektor non tradisional yang akan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi.
Keberpihakan pemerintah kepada sektor tradisional masyarakat Kalimantan juga
menjadi syarat utama Tanpa pendampingan pemerintah, adanya pembangunan ibu kota
baru justru akan menggusur sektor tradisional secara perlahan. Hal ini tidak
sejalan dengan master plan
pembangunan ibu kota dimana tersisihnya nelayan, petani hingga pedagang pasar.
Saya
percaya bahwa Pemerintah tengah menyiapkan pemindahan ibu kota baru pada 2020
mendatang secara serius. Dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam hal
ini. Saran dan masukan segenap masyarakat Indonesia akan menambah spirit pemindahan ibu kota baru.
Mari berkontribusi dan kawal
pembangunan ibu kota yang baru !
#Bappenas #Ibukotabaru
No comments