Hay Everyone, It's been a loooong time ya gak nulis di blog pribadi ini. Memang dua bulan belakangan lebih banyak menulis di kolom-kolom lainnya, sorry banget. To be honest, draft "Perjalanan Sebagai Perempuan Bagi Julita" udah cukup lama tinggal di laptop, butuh keberanian untuk pada akhirnya mempublish ini ke temen-temen. Semoga menikmati cerita ini yah !
First, gue mau menyampaikan rasa syukur udah dikasih kesempatan untuk terlahir sebagai Perempuan, bahkan kalau Tuhan kasih gue kesempatan untuk kembali ke belakang dan bebas memilih identitas gue, gue akan tetep memilih menjadi diri gue yang sekarang. Menjadi perempuan adalah sebuah anugerah, gue yakin temen-temen perempuan di luar sana juga merasakan yang sama.
Menjalani hidup sebagai perempuan memang banyak tantangan yang harus dihadapi, apalagi menurut gue pribadi isu-isu kesetaraan gender masih bias sampai saat ini, Kita masih berada di fase "Politics of recognition" masih sebatas concern pada pengakuan bagi kaum-kaum wanita, sementara mungkin di negara lain udah mencapai "Politics of redistributions".
Apakah Kita tertinggal ? (Mungkin) IYA.
Gue bukan tipikal yang bener-bener menaruh perhatian penuh dalam perjuangan atau gerakan yang mengadvokasi hak-hak perempuan. Tapi gue usahakan untuk terus mengikuti isu-isu mengenai perempuan tentu dengan "keterbatasan" gue, karena isu perempuan, isu kaumku akan selalu seksi di mata gue. Intinya gue mau minta maaf dan berterima kasih dari hati yang paling dalam, buat temen-temen yang bahkan memberikan 24 jam waktunya untuk berada di garda terdepan menyuarakan keadilan dan kesetaraan :)
Well, balik lagi ngomongin perjalanan sebagai perempuan realistically enggak sedikit pahit dan manisnya. Dan ini 100% pengalaman yang pernah gue rasain.
Gue rasa setiap perempuan pasti pernah mengalami pelecehan seksual dengan berbagai tingkatan, tapi sekecil apapun itu, namanya pelecehan ya pelecehan titik, tidak ada toleransi di dalamnya. Perempuan harus sama-sama sepakat soal ini.
Waktu gue SMP, yang kalau enggak salah masih umur 13 tahun, gue pernah dilecehkan sama anak-anak cowok seumuran gue. Kejadiannya udah lama banget, tapi masih lekat banget terekam tiap detailnya. Bahkan gue sampe sekarang engga percaya kalau hal yang sangat kurang ajar itu terjadi di tengah keramaian. Saat itu gue lagi jalan di tengah kerumunan, dan ada beberapa tangan yang meremas bagian belakang badan gue. Kalau ada yang tanya elo saat itu ngelawan kan? Coy saat itu gue cuma diem, nge freeze dan bengong tapi jantung gue berdetak kenceng banget.
Dari pengalaman di atas gue jadi tau pentingnya kita buat mengedukasi tentang pelecehan seksual sejak dini. Kasus-kasus perkosaan yang korbannya anak-anak di bawah umur masih banyak kita temui. Gue saat itu cuma bisa diem karena otak gue engga ke training untuk melakukan reaksi yang seharusnya gue lakuin, yaitu ngelawan (tentu dengan beberapa catatan dan penyesuaian), dan ini penting banget buat adek-adek agar tau cara bereaksi yang tepat saat mengalami pelecehan seksual, sehingga bisa mencegah tindakan pelecehan itu terulang kembali atau berkembang lebih serius, you know what I mean kan.
Masih banyak yang bilang kalau pelecehan terjadi karena pakaian wanita yang terbuka, gue gak mau banyak cincong, boleh banget dilihat datanya bahwa pakaian engga relate sama sekali sama kemungkinan terjadinya pelecehan seksual.
Malam setelah kejadian itu, gue cuma bisa menangis dan bahkan engga cerita sama siapa-siapa, semoga kita semua bisa menciptakan lingkungan yang nyaman bagi korban pelecehan seksual, apalagi anak-anak.
Pengalaman selanjutnya, sewaktu gue duduk di bangku SMA, gue mencalonkan diri sebagai ketua umum salah satu Ekstrakurikuler, saat itu bisa dibilang 70 Persen anggota lain mendukung gue. Tapi beberapa "Senior" yang saat itu lagi memegang kepengurusan mencoba untuk meyakinkan gue kalau ada kandidat lain yang lebih proper untuk menduduki jabatan tersebut. Gue sangat sportif kalau alasannya karena may be gue kurang bisa berkomitmen, bertanggung jawab atau hal-hal lain yang berhubungan dengan kemampuan gue menjalankan organisasi, tapi alasannya lebih ditekankan karena gue cewek, yang katanya lebih emosional, whatttttt, bayangin gimana perasaan gue. Pengalaman ini lumayan ngefek beberapa tahun dalam hidup, meskipun pada akhirnya gue memegang jabatan ketua 1, saat itu gue jadi less confident, gue sedikit mengiyakan kalau dalam kenyataannya cewek tidak pantas untuk menjalankan kepemimpinan dibandingkan cowok.
Terakhir, keputusan gue untuk lanjut studi ke jenjang magister adalah tantangan yang paling berat sejauh ini. Society kerap kali mencemooh atau melabeli gue dengan "ambisius" dan terlalu kebablasan, ya bahkan untuk mengenyam pendidikan lebih gue didefinisikan sebagai wanita yang kebablasan, lucu. Engga sampai disitu, ada cap-cap lain yang menemani seperti "tidak becus ngurus rumah" yang in fact gue sudah dua tahun belakangan menggantikan tugas Alhamarhum Ibu di Rumah, dan gue lakuin semuanya dengan senang hati. Juga sedikit banyak yang mengasihani Bapak karena dikiranya gue ngabisisn duit orang tua, in fact gue sekolah dengan beasiswa full, dan bukannya sombong gue juga bertanggung jawab akan kebutuhan materil adik gue di rantau dan juga sedikit kebutuhan keluarga. Alhamdulillah sejak tahun 2013 gue udah engga pernah minta uang, dan tentunya semua ini berkat rejeki dari yang di Atas :)
Tapi di balik kepahitan di atas, gue fokus ke banyak hal positif yang ternyata Tuhan gariskan kepada gue sebagai perempuan. Tumbuh dalam keluarga yang medioker tapi sangat demokratis, gue bersyukur dari kecil Bapak dan Ibu tidak pernah menaruh mimpi-mimpinya pada anak-anaknya, gue dibebaskan untuk memilih my life path sepenuhnya tanpa membedakan sedikitpun kalau gue perempuan. Itu bener-bener kenikmatan yang engga bisa dirupiahin, Gue selalu didukung penuh selama itu positif.
Selain itu, ternyata juga banyak sekali dukungan yang datang dari kaum adam. Misalnya Pasangan gue sekarang yang selalu meyakinkan kalau gue selalu bisa meraih ini-itu selama gue usaha. Adek-adek gue yang mengijinkan mbaknya jauh dari keluarga untuk menuntut ilmu dan senantiasa memberikan doa, menggantikan gue sementara waktu menjaga Bapak di rumah, terima kasih kalian luar biasa.
Dan hal-hal sederhana seperti membaca tulisan-tulisan gue, lalu memberikan feedback untuk diskusi lebih jauh, gue seneng banget jujur, berkarya lalu dihargai itu priceless, happy sekali. Bahkan sampai gue lupa bahwa batasan-batasan yang dulu memposisikan wanita hanya di dapur dan jauh dari perannya dalam memberikan ide-ide itu pernah ada.
Gue selalu yakin kalau wanita adalah advokat bagi dirinya dan juga hak-hak kaun wanita di sekitarnya. Semoga gue selalu dikasih kesempatan untuk mendukung temen-temen cewek di sekeliling gue yang hebat-hebat. Beberapa di antaranya Ibu-ibu rumah tangga yang mendedikasikan energi untuk keluarganya gila bener-bener punya hati mulia,wanita karir yang gue tahu menghadapi masalah namun tetap tegar, dan ada juga yang membangun bisnis sehingga bisa memberdayakan wanita lain disekitarnya. Gue salut buat kalian.
Terakhir, gue cuma mau menyampaikan kalau perjalanan kita sebagai wanita panjang dan terkadang berduri, tapi selama kita selalu tulus dan engga nyerah. semua hal pahit dan manis dalam hidup cuma akan membawa kita menjadi wanita yang lebih utuh. Semangat ya :))
No comments