Orang
bilang tanah Kita lebih berharga dari intan-berlian
Tongkat
kayu dan batu dilempar lalu tumbuh kehijauan
Orang
bilang hutan Kita berprestasi, boleh jadi nomor satu di dunia
Maka
bolehkah Kita dinobatkan jadi negeri adidaya ?
Hutan
Kita punya peran apa saja, Hutan Kita serba bisa
Hutan
Kalimantan jadi paru-paru dunia
Hutan
Papua ciptakan kemandirian ekonomi warganya
Tak
hanya soal pernapasan, hutan juga sumber aneka pangan
Tak sebatas habitat orang utan, namun juga sumber obat-obatan
Pertanyaannya, Jadi apa Kita tanpa Hutan ?
***
Nukilan di atas menggambarkan hutan Indonesia dengan berbagai reputasi. Hutan Kita multi peran, mulai dari penyedia oksigen bagi makhluk hidup, tempat tinggal bagi 60 juta masyarakat adat, sumber obat-obatan herbal, habitat aneka flora dan fauna hingga peredam pemanasan global. Sebenarnya terlepas dari peran hutan di atas, sudah sepatutnya Kita bangga atas hutan Indonesia karena hutan Kita berprestasi dan disegani.
Golongan Hutan (Gabungan organisasi di bidang lingkungan yang mengajak genrasi muda untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia) menuturkan bahwa luas tutupan hutan tropis Indonesia menduduki ranking ke tiga dunia. Jumlah spesies mamalia, palmae dan burung endemiknya terbanyak. Selain itu, Hutan Kita juga merupakan pemasok 80 persen tanaman obat dunia. Luar biasa ya ?
Melihat
reputasi hutan Kita, maka kemudian saya sependapat dengan Golongan Hutan yang
memberikan predikat khusus kepada Ibu pertiwi sebagai #NegaraBerforest.
Bencana
Deforestasi Merubah Segalanya
“Rahwanaraja, sosok Raja Alengka yang bengis dan serakah. Negara-negara tetangganya ditaklukkan, punggawanya dibunuh, dan hartanya dirampas. Kerakusan dan kekejammnya makin menjadi. Rumah-rumah pendeta disita dan dibakar, gunung tinggi diratakan, rawa-rawa dikeringkan. Rahwana juga pernah bikin geger Khayangan untuk dapatkan Batara Tari sebagai istri. Tapi bukan Rahwana jika bisa puas, lalu Ia rampas Shinta dari pelukan Rama Wijaya.”
Itulah Rahwana, Manusia darah bengis dan serakah.
Ironisnya sosok Rahwana tidak pernah sepenuhnya mati. Tanpa Kita sadari keserakahan Rahwana hidup dalam diri Kita sebagai manusia. Keserakahan kita atas hutan yang kemudian menjelma sebagai akibat meningkatnya laju deforestasi. Seberapa gawat deforestasi menggerogoti hutan Kita ?
Golongan Hutan
menggungkapkan Hutan Indonesia dalam ancaman nyata deforestasi yang terus
terjadi dari waktu ke waktu. Dihimpun dari berbagai sumber terpercaya, setiap
menit Kita kehilangan hutan setara dengan tiga kali luas lapangan bola atau 3,6
juta hektar selama periode 2012-2016. Jika dihitung dengan luasan Bangunan Monas, maka kita kehilangan 304 juta meter persegi (setara
dengan kuranglebih 19.484 kali bangunan monas) pada periode 2010-2014.
Luasan tutupan hutan yang hilang tak sekedar angka, dibalik itu semua jutaan masyarakat adat kehilangan sumber penghidupan, terancamnya keanekaragaman flora dan fauna, hingga keseimbangan alam yang kian dipertaruhkan.
Andai
Aku jadi Presiden, Ini Lima Langkah Upaya Perlindungan Hutan Indonesia
Di tengah carut-marut deforestasi, rasanya sah-sah saja jika saya sebagai Millenial “berhalusinasi” menjadi presiden republik ini. Karena deforestasi tidak hanya melibatkan satu atau dua petak tanah, para pemain yang terlibat pun tak hanya kelas teri tapi juga kelas kakap, sehingga tak salah jika pemegang tampuk kekuasaan tertinggilah yang dapat diharapkan menjadi senjata pamungkas untuk perang melawan deforestasi, yaitu presiden.
Jadi
apa saja yang akan saya lakukan sebagai Presiden Negara #BerForest ?
1. Mamperbaiki Kurikulum Pendidikan “Hutan (tak lagi) SDA yang
dapat diperbaharui” serta Membangun Sinergitas dengan Pendidikan Tinggi
Saya pertama kali
mengenal hutan saat duduk di bangku sekolah dasar. Melalui pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), saya diajarkan bahwa hutan adalah sumber daya alam yang
dapat diperbaharui dan bagaimana kemudian manusia dapat memanfaatkan hutan
untuk kebutuhan hidupnya. Setelah dewasa, baru saya sadari bahwa konsep
mengenai hutan yang demikian sudah tidak relevan lagi.
Pertama, bahwa hutan adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui menanamkan pola
pikir sejak dini bahwa hutan akan terus dapat kembali ke kondisi semula atau
meregenerasi dirinya sendiri. Padahal deforestasi yang disebabkan oleh
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara besar-besaran tidak serta-merta
satu atau dua hari kemudian dapat kembali hijau dan lestari. Perlu waktu hingga
puluhan tahun untuk mengembalikan kondisi hutan seperti sedia kala.
Kedua, manusia dapat
memanfaatkan hutan untuk keperluan hidupnya memiliki konsekuensi definisi yang tak
berbatas. Padahal banyak sekali pemanfaatan hutan saat ini yang sudah kelewat batas. Pemahaman tersebut sangat membahayakan, apalagi jika
ditanamkan berulang-ulang dari jenjang pendidikan satu ke jenjang selanjutnya.
Peran Generasi Muda melalui Mini Project Berorientasi Solusi Masalah Kehutanan
Saya kemudian dibuat
terkejut setelah berdiskusi dengan kawan lama yang merupakan lulusan dari
fakultas kehutanan. Dia menuturkan salah satu pemicu mengapa masih banyak
praktik eksploitatif hutan dikarenakan kurikulum pendidikan kehutanan di
Indonesia masih menganggap hutan sebagai sumber daya alam sebagai komoditas
ekonomi semata.
Pendidikan kehutanan
yang eksploitatif tidak akan relevan dengan isu-isu kehutanan saat ini, mulai
dari deforestasi (hilangnya tutupan hutan secara permanen), menurunnya kualitas
hutan atau degradasi hutan, hingga perubahan iklim. Sehingga jika saya menjadi
Presiden, bersama dengan Menteri Pendidikan saya akan menerapkan pendekatan
multidisiplin ilmu dan memperbaharui isu perkembangan global ke dalam
kurikulum.
Permasalahan hutan memang
memerlukan sentuhan multidisiplin ilmu, tak hanya soal ilmu alam,namun juga
ilmu sosial yang selama ini kemungkinan belum banyak dilakukan di pendidikan
Indonesia. Selain itu, pendidikan utamanya di tingkat perguruan tinggi perlu
aktif merespon permasalahan kehutanan dalam bentuk mini project atau case study
dengan orientasi pemecahan masalah. Misalnya perencanaan pembangunan ibukota
baru di Kalimantan, yang berada di kawasan hutan, memerlukan perhatian tidak
hanya dari segi infrastruktur, tapi juga ahli kehutanan.
"Mini Project dapat menjadi wadah generasi muda, khususnya Mahasiswa dalam menuangkan gagasan sebagai solusi pemecahan masalah kehutanan dan saling berkolaborasi dengan keilmuan lainnya (multi disiplin)"
Cerita beberapa dosen saya mengenai bagaimana
sinergitas perguruan tinggi dengan pemerintah di Jerman sangat menginspirasi. Sehingga, jika saya jadi presiden sebagai bentuk kepedulian terhadap
hutan rasanya juga diperlukan sinergi dengan perguruan tinggi sebagai lembaga think tank. Bukan tidak mungkin riset
yang dilakukan pendidikan tinggi di Indonesia dapat melahirkan inovasi dalam
pencegahan deforestasi, degradasi lahan hingga perubahan iklim dengan cara-cara
yang kebih efektif dan melibatkan multidisiplin ilmu.
Inovasi tersebut
jelas membutuhkan sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah. Sektor kehutanan dapat
menjadi teladan dengan menjadi pionir dalam membentuk sinergi berkelanjutan
dengen perguruan tinggi. Sangat disayangkan jika inovasi yang dilahirkan anak
muda namun hanya menjadi hitam di atas putih saja tanpa implementasi.
2. Membentuk
Satuan Tugas Khusus Pencegahan Kebakaran Hutan
Tentu Kita semua
tidak asing lagi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di Indonesia yang
setiap hari memberikan perkembangan penyebaran virus secara regional dan
nasional secara mendetail. Kemudian Saya berpikir bahwa dengan permasalahan
hutan yang sedemikian pelik ada urgensi untuk membentuk Satuan Tugas Khusus
serupa yaitu dalam hal Pencegahan Kebakaran Hutan dengan sumber daya pendukung
yang mencukupi.
“Satuan
Tugas Pencegah Kebakaran Hutan adalah bagian tak terpisahkan dari konsep Sistem
Manajemen Pemadam Kebakaran Terpadu (Integrated Fire Management)
yang memang keberadaannya sangat urgen saat ini.”
Tindakan Pencegahan
kebakaran hutan dan lahan gambut juga dapat dilakukan oleh satgas kebakaran
hutan dengan mengingatkan stakeholders
pengguna lahan, bahkan di musim hujan, untuk memastikan tidak terjadi kebakaran
yang dapat meluas.
Bagaimana
sistem kerja Satgas ini agar capaian maksimal dalam mencegah kebarakan hutan ?
Diperlukan unit
khusus (dengan jumlah orang dan keterampilan yang cukup) dalam jaringan lokal
yang terintegrasi dengan sistem komando vertikal. Tak sampai disitu, annggaran
khusus juga perlu disiapkan untuk mendukung kesinambungan pencegahan kebakaran
hutan, misalnya dalam bentuk pendidikan
masyarakat di desa-desa terpencil di dekat daerah bahaya kebakaran.
3. Memastikan
Eksekusi Hukum terhadap Para Pelaku Deforestasi Illegal
Hukum bagi para
pelaku atau perusahaan yang terbukti terlibat dalam kebakaran hutan adalah
senjata utama. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana eksekusi hukum tegas
tanpa tedeng aling-aling, mulai dari sanksi finansial hingga hukuman di balik
jeruji besi. Bagaimanapun pelaksanaan hukuman dalam bentuk sanksi finansial
terhadap pelaku pembakaran hutan akan menggeser keseimbangan
untung-rugi perusahaan sehingga mengarahkan perilaku mereka dari membakar ke
penggunaan alat mekanik dalam membuka lahan.
Tanpa proses hukum
yang serius, efek jera tidak akan pernah terwujud. Perusahaan yang terbukti
bersalah harus dipastikam betul menerima eksekusi hukuman. Jika Saya menjadi
presiden akan memberlakukan denda yang sangat besar hingga mampu menyebabkan
kebangkrutan bagi perusahaan “nakal” sehingga mereka berpikir dua kali untuk
main api terhadap hutan Kita. Karena kerusakan dan dampak yang diakibatkan dari
kebakaran hutan tak ternilai dan sangat merugikan khusunya bagi masyarakat adat
dan warga yang tinggal di sekitar hutan.
“Kehidupan
orang-orang di sekitar hutan dan ekosistem yang mendukungnya jauh lebih
berharga daripada keuntungan perusahaan-perusahaan nakal tersebut.”
4. Apresiasi
Kepada Daerah yang Berhasil “Nol Deforestasi”
Apresiasi Saya rasa
juga penting sebagai upaya menjaga kesinambungan pencegahan deforestasi. Lagi
pula Pemerintah memiliki dasar hukum penggunaan instrumen ekonomi untuk
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu Peraturan Pemerintah no. 46/2016. Berangkat
dari dasar hukum tersebut, pemerintah secara kreatif dapat menciptakan mekanisme Payment for
Ecosystem Services atau insentif bagi mereka yang berhasil menjaga hutan.
Dalam mencegah
kebakaran hutan dan lahan, pemerintah dapat memberikan bonus anggaran
pembangunan kepada desa atau kabupaten yang berhasil wujudkan “nol deforestasi”.
Insentif seperti ini dapat juga diberikan kepada Satuan Tugas Pencegah
Kebakaran Hutan karena ukuran kinerjanya adalah mencegah munculnya kebakaran. Apresiasi
juga dapat diberikan dalam bentuk pemberitaan secara luas, agar dapat
menginspirasi daerah lain untuk melakukan capaian yang sama atau bahkan lebih baik.
5. Melakukan
Kampanye Pro-Kehutanan dengan Cara Kekinian
Saya masih ingat
betul kehebohan tatkala Presiden Jokowi mengenakan jaket bomber saat perhelatan
ASEAN Gamer beberapa tahun lalu. Kemudian jaket tersebut menjadi hits di
kalangan anak muda. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa sosok pemimpin akan selalu
menjadi pusat perhatian. Untuk itu, jika Saya menjadi presiden saya akan
menggunakan pakaian dengan pesan-pesan pro-kehutanan yang dikemas ringan namun
juga kekinian. Cara ini akan jauh lebih efektif daripada memberikan “ceramah”
kepada generasi muda.
Biarkan kemudian
tanpa mereka sadari, pola pikir pro-kehutanan menancap dalam hati dan sanubari. Sehingga perlahan namun pasti, anak muda akan menjadikan faktor lingkungan sebagai prioritas pertimbangan dari tindakan yang mereka ambil
misalnya membeli produk ekolabel, menyuarakan opini tentang lingkungan, dan
aktif mengikuti aksi jaga hutan melalui komunitas di sekitar mereka.
Deforestasi dan pembangunan rasanya sudah bagaikan saudara yang tak dapat dipisahkan. Pertanyaannya, dapatkah
Indonesia membangun tanpa deforestasi ?
Tentu bisa, dengan
catatan terdapat komitmen yang serius dan konsisten mencegah deforestasi dari
berbagai elemen masyarakat dan pemerintah. Perlu Kita ingat selalu hutan tidak hanya tentang sebuah
kawasan geografis, di dalamnya menyimpan berjuta pengetahuan, mewakili perjalanan
sejarah hingga kaya akan unsur budaya. Hutan sudah jadi bagian dari Kita, begitu juga sebaliknya Kita adalah bagian dari hutan. Jika hutan hancur, Kitapun juga akan mengalami hal yang sama. Sebagai masyarakat khususnya anak muda #NegaraBerforest, Perlindungan Hutan Indonesia harus terus Kita wujudkan dengan segala upaya.
Artikel ini
diikutsertakan dalam Kompetisi Blog “I Love Indonesia” dengan tema “Seandainya Aku menjadi pemimpin, apa yang akan aku lakukan untuk Indonesia” yang merupakan
kolaborasi antara Golongan Hutan dan Blogger Perempuan.
#Kabarhutanku
#GolonganHutan #GolHutXBPN #BlogCompetitionSeries