Benang Merah Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim, Sebuah Refleksi di Hari Bumi

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Dewasa ini, ketika sempat bengong di sela-sela kesibukan saya kerap kali flashback kembali ke masa lalu terutama saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), yaa masa dimana kata orang-orang masalah hidup hanya soal matematika. 

Saya suka senyum-senyum sendiri mengingat betapa Julita kecil begitu menikmati cilok, es lilin dan mie instan yang diremas dan dimakan mentah-mentah. Kalau dipikir-pikir sederet makanan itu kini justru dihindari demi alasan kesehatan. Eh tapi ajaibnya dulu fine-fine aja menyantap cilok pedas lengkap dengan saus khasnya bahkan tanpa sarapan dan tubuh saya sehat-sehat saja, tidak radang atau maag beda dengan sekarang, kena angin malam sedikit saja sudah masuk angin. Semakin dewasa ternyata kesehatan kita juga semakin payah ya ? 

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pelajaran favorit saya sejak dulu, sekarang mungkin lebih dikenal dengan mata pelajaran Biologi. Saya paling antusias saat dibawa mengenal keanekaragaman flora dan fauna Indonesia, ahhh memang begitu asyik menyaksikan kekayaan Indonesia yang begitu luar biasa. 

Keanekaragam Hayati Indonesia, Aman atau Terancam ?

Kumis Kucing/Sumber Gambar : Canva Free Image

Salah satu chapter yang masih saya ingat dengan baik adalah tanaman-tanaman herbal di sekitar kita, ada daun sirih yang ampuh sembuhkan asma, ada sambiloto sebagai obat TBC dan radang paru hingga kumis kucing yang ternyata dapat membantu mengatasi gangguan ginjal. 

Kala itu, saya dengan mudahnya dapat mengindentifikasi berbagai tanaman herbal tersebut karena dengan mudahnya ditemui di pekarangan. Baru-baru ini saya menyadari perubahan yang cukup signifikan ketika mendapati anak-anak tetangga kesulitan memahami pelajaran Biologi khususnya dalam mengidentifikasi tanaman herbal di sekitar... 

Masalahnya bukan karena mereka malas atau kurang antusias, namun keadaannya sudah jauh berbeda. Tanaman herbal tersebut sudah tak lagi mudah ditemukan di sekitar, entah dikarenakan makin minimnya lahan pekarangan atau keberadaan tanaman tersebut yang tak lagi dilestarikan karena dianggap rumput biasa atau hama. 

Fenomena mikro ini tidak bisa disepelekan, bagaimanapun satu jenis tanaman adalah harta keanekaragaman hayati yang patut dijaga. By the way, sebelum ngomongin masalah ini lebih mendalam yuk Kita sama-sama kupas tuntas keanekaragaman hayati secara konseptual. 

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Dilansir dari Yayasan Kehati (2022), Keaneragaman Hayati adalah berbagai bentuk kehidupan di semua tingkat sistem biologis termasuk molekul, organisme, populasi, spesies dan ekosistem. 

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Terdapat tiga tingkatan Keanekaragaman Hayati, antara lain ekosistem, spesies, dan genetik. Penasaran, Check these out...

  • Ekosistem : Keanekaragaman bentuk dan susunan bentang alam, daratan maupun perairan dimana makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan fisiknya. Misalnya, padang rumput, hutan hujan tropis, gambut, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. 
  • Spesies : Keanekaragaman jenis organisme yang menempati suatu ekosistem yang mempunyai ciri berbeda satu dengan yang lain. Misalnya, 
  • Genetik : Keanekaragaman individu di dalam suatu jenis yang disebabkan oleh perbedaan genetis antar individu. Misalnya, aneka varietas padi yaitu Rojo lele, Menthik dan Cianjur, atau mangga mulai dari Golek, Harum Manis, dan Manalagi.
Keanekaragam Hayati tidak hanya sebatas atribut, melalui sebuah acara bersama Eco Blogger Squad dan Yayasan Kehati beberapa bulan lalu, Saya akhirnya memahami bahwa keanekaragaman hayati memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan alam semesta sebagai satu sistem yang utuh. 
Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Apa sajakah peran keanekaragam hayati ? Mulai dari menyediakan sumber daya air hingga mengatur tata air tanah, menjaga dan melindungi kesuburan tanah, menyerap karbon dan menjaga stabikutas iklim, mengurai dan menyerap polusi udara, memelihara kelestarian ekosistem, dan menjaga keseimbangan kehidupan manusia dengan alam. 

Jujur saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika keanekaragaman hayati yang kita miliki kian berada di posisi yang tidak aman atau terancam... 

Rasanya tak terhitung betapa besar kerugian ekonomi, sosial, kesehatan hingga budaya yang akan kita tanggung. Bukan begitu ?

Benang Merah Kenakeragaman Hayati dan Perubahan Iklim 

Teman-teman pasti bertanya-tanya apa sajasih penyebab hilangnya keanekaragaman hayati ? Ada beberapa faktor mulai dari hilangnya atau berkurangnya habitat bagi flora dan fauna, Invasi spesies asing, polusi, bertambahnya populasi manusia, hingga overeksploitasi (perdagangan satwa). 

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Secara lebih mendasar, usut punya usut perubahan iklim atau Climate Change dapat dikatakan sebagai aktor utama yang mengancam keanekaragaman hayati. Bentar-bentar kok bisa begitu ? Dilansir dari beberapa literatur (Permesan 2006; Bellard et. al. 2012), dikatakan bahwa perubahan suhu global memengaruhi keanekaragaman hayatu dengan dampak dan skala kerusakan yang beragam, baik terhadap gen, jenis, komunitas, dan eskosistem. 

Sebuah ironi, perubahan iklim dan pemanasan global bersumber dari emisi gas-gas rumah kaca yang tidak terkendali, di lain pihak deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia merupakan penyumbang terbesar emisi nasional. 

Lagi-lagi, Dampak Perubahan Iklim Tidak Main-main ! 

Di bidang pertanian dan pangan akan terjadi penurunan panen padi sebesar 10% untuk setiap kenaikan suhu rata-rata sebesar 1 derajat celcius. Tidak sampai disitu saja, tangkapan ikan di Indonesia akan menurun hingga 40% pada kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebagai dampak dari banyakanya jenis ikan yang bergeser mencari iklim yang lebih sejuk, beradaptasi pada suhu yang hangat atau punah akibat perbuahan iklim global. 

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Hari Bumi 22 April 2022, Sebuah Momentum

Well, mungkin terdengar klise... namun, bagaimanapun hari bumi yang jatuh pada tanggal 22 April 2022 adalah momentum yang tepat untuk merefleksikan perubahan iklim khususnya dampaknya terhadap keanekaragaman hayati, untuk kemudian mengambil aksi nyata. 

Aksi nyata ? exactly karena tanpa kita sadari, kita sebagai manusia adalah dalang utama perubahan iklim dan terancamnya keanekaragaman hayati melalui gaya hidup konsumerisme, kegiatan pertanian dan perikanan yang bersifat high input (pupuk, pestisida, pakan), hingga kebijakan dan pola pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. 

So, What We Can Do ?

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image

Tulisan panjang lebar ini pada akhirnya akan bermuara pada sebuah pertanyaan sederhana "what we can do ?"  and the good news is ada banyak sekali yang bisa kita lakukan !

Di tingkat mikro, kita bisa berkontribusi dengan mengubah gaya hidup misalnya dengan menjadi konsumen hijau, memprioritaskan pangan lokal yang tersedia di sekitar, hingga menerapkan eco living yang minim menggunakan kantong plastik. Mudah sekali kan ? 

Dokumen Pribadi/ Sumber Gambar : Canva Free Image
Langkah selanjutnya, jangan berhenti di kamu. Sebagai anak muda kita bisa lho menjadi agent of change yang konsisten mendorong adanya perubahan di masyarakat untuk lebig peduli lingkungan. Bisa dilakukan lewat advokasi atau bicara melalui karya di berbagai platform digital yang bisa diakses siapa saja dan dimana saja. 

Aku sudah berkontribusi, kamu kapan ? ditunggu ya !

#UntukmuBumiku #TeamUpforImpact #EcoBloggerSquad #EBS2021






No comments