Cegah Climate Anxiety dengan Aksi Mudah dari Rumah

Ilustrasi/Sumber : Canva Images

"Aduh bete !"

"Panas banget, gerah bikin malas beraktivitas"

"Nggak ada apa-apa kok hati gelisah ya ?"

Teman-teman pernah enggak sih tiba-tiba merasa gelisah, merasa khawatir berlebihan, atau justru marah geram padahal kondisi di sekeliling sedang baik-baik saja ? 

Jujur saja, kalau aku sih sering. Terutama saat cuaca-cuaca ekstrim akhir-akhir ini...

Usut punya usut ternyata apa yang kita alami tersebut secara ilmiah dikenal dengan istilah Climate Anxiety. 

"Climate change is causing distress, anger, and other negative emotions in children and young people worldwide (16-25 years old)"- IPCC

Ilustrasi/Sumber : Canva Images

Ternyata setelah dilakukan penelitian secara ilmiah, ada hubungan antara memanasnya bumi dengan perasaan cemas  atau emosi negatif yang kerap menghinggapi perasaan manusia modern utamanya anak-anakmuda saat ini. 

Climate Anxiety is Real !

Sebuah survei yang melibatkan 10.000 remaja membuktikan, secara ilmiah perasaan dan emosi negatif mengenai perubahan iklim dapat menyebabkan distress psikologi. Sebanyak 27% responden mengaku sangat cemas (extremely worried) akan perubahan iklim dan hanya 5% yang sama sekali tidak mengkhawatirkan perubahan iklim. Lebih lanjut, survei juga menemukan bahwa perubahan iklim membuat anak-anak muda sebanyak 68% merasa sedih dan takut, 58% merasa marah, serta 51% merasa bersalah. 

Hal ini terlihat sepele, namun jika dikaji lebih jauh ancaman emosi negatif anak-anak muda akibat perubahan iklim jelas akan mempengaruhi produktivitas dan pengembangan diri mereka di berbagai bidang. Anak muda yang merupakan penerus masa depan merupakan harta berharga. Maka dari itu,  Climate Anxiety adalah masalah darurat yang perlu segera diatasi, demi masa depan dan keberlanjutan umat manusia. 

Tunggu Dulu, Kenapa Perubahan Iklim Bisa Terjadi ? 

"It is indiputable that human activities are causing climate change, making extreme climate change events, including that waves, heavy rainfall. and droughts, more frequent and severe"- Adrian (2021)

Sebelum kita mencari solusi bersama untuk "menekan" suhu bumi, alangkah baiknya untuk mengidentifikasi dan mencari tahu terlebih dahulu faktor penyebab perubahan iklim. Secara sederhana, perubahan iklim terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer bumi akibat dari aktivitas manusia. Kemudian gas-gas tersebut menyebabkan efek gas rumah kaca (GRK).

Apa saja Aktivitas Manusia yang Menyebabkan Efek Gas Rumah Kaca ? 

Menurut World Wild Fund (WWF), aktivitas manusia berupa deforestasi, pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi, serta pembangunan industri menjadi penyebab secara makro efek gas rumah kaca. Tak hanya itu, aktivitas-aktivitas sehari-hari manusia perseorangan juga berkontribusi secara mikro terhadap pemanasan bumi. Misalnya, mengendarai kendaraan bermotor menuju tempat kerja yang kita lakukan setiap hari. Bahan bakat bensin yang digunakan mengandung banyak polusi kimia termasuk karbon dioksida. 

Tak hanya itu, aktivitas lainnya seperti pembuangan sampah, penggunaan kulkas, hingga kegiatan pertanian dan peternakan juga menambah kadar gas rumah kaca di seluruh dunia. Menyedihkan ya ? Bisa jadi selama ini tanpa kita sadari, alih-alih melakukan perubahan positif sebaliknya kita justru tanpa sadar berkontribusi terhadap perubahan iklim setiap hari, setiap jam, setiap menit. 

Waduh, waduh, waduh... Apa yang Bisa Kita Lakukan ? 

Siapa yang peduli dengan kondisi bumi dan lingkungan pasti langsung menanyakan apa yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk memperbaiki kondisi ini. 

Berita baiknya, selalu ada hal-hal positif meski sederhana yang bisa kita lakukan untuk bumi lho. Bahkan, langkah-langkah kecil tersebut bisa kita mulai dari rumah. Mudah bukan ?

Nah, langsung aja deh... berikut langkah-langkah sederhana yang bisa kita lakukan dari rumah. 

Tidak Membeli Makanan atau Minuman dalam Kemasan 

Ilustrasi/Sumber : Canva Images

Semenjak pandemi, data menunjukkan terdapat lonjakan penggunaan jasa go food , cukup rasional dikarenakan masyarakat merasa kurang aman jika harus membeli makan atau minum ke luar rumah. Namu, sayangnya hal ini berdampak buruk terhadap lingkungan karena secara langsung meningkatkan volume sampah dari bungkus makanan dan minuman. 

Mengningat pandemi sudah mulai mereda, alangkah bijaknya jika kita dapat menekan penggunaan makanan atau minuman dalam kemasan. Jika memang terpaksa harus mengandalkana jasa go food boleh sisipkan pesan agar tidak menggunakan kemasan tidak ramah lingkungan, atau tidak perlu menyertakan alat makan dari plastik. Langkah ini sederhana, namun jika dilakukan kolektif secara efektof dapat menekan volumen sampah plastik maknan atau minuman. 

Kurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai, Gunakan Eco Bag 

Ilustrasi/Sumber : Canva Images

Lalu, bagaimana jika berbelanja ke pasar tradisional ? bukankah butuh kantong plastik untuk membawa belanjaan. Saya jadi teringat pengalaman hidup di Kota Hujan, Bogor selama kurang lebih dua tahun. Saya mengapresiasi kebijakan pemkot setempat yang melarang penggunaan kantong belanja sekali pakai secara disiplin dan merata. 

Mulai para pedagang di pasar tradisional sampai juga ketika kita belanja di mall, semuanya serentak tidak menyediakan kantong plastik. Awalnya saya kaget, seringkali lupa membawa kantong belanja sendiri dari rumah sehingga berakibat batal belanja atau malah belanja dengan tergopoh-gopoh membawa belanjaan di tangan tanpa kantong. 

Lambat laun, saya mulai terbiasa dan disiplin membawa Eco Bag kemana pun. Ternyata mudah sekali dan justru jadi lebih praktis. Aku berharap banyak pemangku kebijakan lainnya juga dapat meniru pemkot bogor. Bisa dibayangkan betapa banyak volume penggunaan kantong plastik  yang dapat ditekan.... dan juga betapa besar dampak positif terhadap lingkungan dan bumi yang kita cintai ini !

Mindful Eating, No Food Waste 

Ilustrasi/Sumber : Canva Images

"Kalau makan dihabiskan ya, nanti kalau sisa nasinya nangis lo"
Milenial pasti familiar dengan kata-kata di atas kan? Dulu, Aku kira kata-kata tersebut hanya sebuah gertakan sambal untuk anak kecil. Ternyata tak hanya membangun kebiasaan baik, kata-kata tersebut begitu dalam maknanya. Aku baru menyadarinya sekarang...

Betul sekali, jika makan memang perlu dihabiskan.

Tak hanya soal buang-buang rejeki, tapi ada konsekuensi lingkungan yg harus kita bayar jika tidak melahap habis makanan di piring. Sisa makanan yg tertimbun di tempat sampah menghasilkan gas metana yang turut berkontribusi pada pemanasan global. Bahkan diketahui, pembuangan makanan atau food waste secara global menghasilkan sekitar 4,4 giga ton karbondikosida (CO2) atau 8% dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.

Luar biasa ya?

Nah, untuk kita perlu bersama-sama menerapkan mindful eating, makan dengan sadar dan bijaksana.
Salah satunya dengan makan tanpa sisa. Dengan begitu, kita turut berkontribusi mengurangi jejak karbon yang dimulai dari piring masing-masing.

Selain itu, Mindful eating mendorong kita untuk memberi atensi penuh pada makanan, pengalaman, dan respon tubuh kita saat makan. Misalnya, respon lidah terhadap rasa dan tekstur makanan hingga perut yang memberi kabar apakah makanan yang masuk sudah sesuai kebutuhan atau belum.

Seru juga ya bisa berkontribusi dari rumah ? 

Nah, buat teman-teman yang ingin ikut serta menyelamatkan bumi melalui aksi-aksi seru lainnya langsung aja kunjungi https:/teamupforimpact.org/ akan ada banyak challenge yang seru dan pastinya memberikan dampak positif bagi bumi. 

#EcoBloggerSquad

No comments