"Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ibu terkena Pneumonia atau paru-paru basah. Supaya proses penyembuhan berjalan lancar, Ibu segera dirawat inap ya mbak"
Kalimat yang keluar dari mulut dokter di atas seperti sambaran petir buatku. Kaget, heran, dan sama sekali tidak percaya bahwa Ibu yang kami sayangi ternyata mengidap salah satu penyakit pernapasan yang cukup serius, bahkan dokter menginstruksikan Ibu segera mendapatkan perawatan intensif supaya kondisi beliau tidak kian memburuk.
Almarhum Ibu Saat Mengidap Pneumonia (Dokpri)
Hari itu juga Ibu dirawat inap di rumah sakit yang lokasinya tak jauh dari rumah, hanya butuh waktu tempuh kurang dari lima menit saja. Kendati begitu, rasanya ada jarak yang begitu menganga antara aku dan Ibu, bukan hanya persoalan berapa kilometer tapi ada perbedaan yang memisahkan kami berdua, ya benar aku sehat sementara Ibu sakit.
Tak hanya sakit kepala, atau batuk pilek biasa yang bisa sembuh dalam waktu dua atau tiga hari saja. Ibu kini berstatus penderita Pneumonia, salah satu infeksi saluran pernapasan akut bahkan klik dokter menyebutkan penyakit ini merupakan penyebab kematian tunggal terbesar pada anak-anak. Dilansir dari Organisasi Save the Children dan John Hopkins University, Pneumonia diprediksi mengancam 10,8 juta nyawa balita pada tahun 2030 mendatang. Mengerikan bukan ?
Pilu rasanya menyaksikan orang yang paling disayang terbaring lemas tak berdaya. Sesekali Ibu nampak kesulitan bernapas, sesak kata beliau. Meski juga dalam kondisi yang tidak fit, Aku berusaha menguatkan Ibu. Aku yakin Ibu akan sembuh dan kembali berkumpul bersama kami sekeluarga seperti sedia kala.
Waktu berlalu, setelah kurang lebih tiga minggu perawatan intensif di rumah sakit dan tiga minggu rawat jalan. Kabar gembira akhirnya datang, kabar yang telah lama dinanti. Ibu dinyatakan sembuh dari Pneumonia. Tentu keberhasilan ini tidak lepas dari semangat Ibu terlebih demi anak-anaknya.
Aku berharap pengalaman yang Ibu alami ini tidak pernah terjadi ke orang lain, untuk itu Aku mendedikasikan tulisan ini demi terhindar dari penyakit Pneumonia.
#SelimutPolusi, Penyebab Pneumonia dan Penyakit Pernapasan
Dokter yang menangani Ibu kala itu sempat memberi edukasi mengenai Pneumonia, utamanya mengapa seseorang bisa terjangkit penyakit pernapasan ini. Pneumonia memang infeksi paru-paru yang dipicu oleh bakteri, virus, atau jamur. Jadi, penularan utama Pnemonia terjadi akibat virus dan bakteri melalui inhalasi udara seperti batuk atau bersin. Sementara itu, penyebaran Pneumonia akibat jamur terjadi karena terpapar lingkungan yang telah terinfeksi.
Dokter kemudian menekankan, saat ini penyebab Pneumonia tidak hanya itu. Infeksi pernapasan ini juga diakibatkan oleh polusi udara. Polusi udara ? penelitian terbaru mengungkap bahwa bahan beracun dalam udara bisa memperburuk organ pernapasan. Contohnya polutan penyebab infeksi saluran pernapasan tersebut antara lain, karbon monoksida, partikulat, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Memangnya bagaimana tingkat polusi udara di Indonesia ?
Berdasarkan data yang dirilis oleh IQair, tingkat polusi udara di salah satu kota besar di Indonesia, Jakarta berstatus "tidak sehat bagi kelompok sensitif". Sudah bukan rahasia umum jika kota metropolitan ini memiliki kualitas udara yang buruk. Bahkan menurut sumber yang sama, indeks kualitas udara di Jakarta sebesar 124 AQI US.
Diketahui lebih lanjut, kadar polutan utama di Jakarta (12/20/2022) tercatat sebesar PM 2,5 atau setara 44,7µg/m³. Konsentrasi polutan tersebut 8,9 kali lebih buruk dibandingkan standar kualitas udara tahunan yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Mengerikan ya ?
Selimut Polusi Penyebab Penyakit Pernapasan (Dokpri)
Padahal tak hanya Pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya seperti asma, Infeksi Aliran Pernapasan Kronis (ISPA), Bronchopneumonia, dan kanker paru-paru. #SelimutPolusi juga meningkatkan kemungkinan sederet gangguan kesehatan yang luar biasa dampaknya, mulai dari pusing, iritasi mata, penyakit kardiovaskular, penyakit kulit, hingga peningkatan risiko terkena Alzheimer. Aduh ngeri banget !
Senada dengan itu, IQAir memperkirakan bahwa polusi udara berpotensi menyebabkan 10.000 kematian di Jakarta tahun depan. Jika ada yang mengatakan bahwa pencemaran lingkungan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan ekonomi itu salah besar. Polusi udara juga diketahui berdampak negatif lho terhadap perekonomian. Tercatat kerugian ekonomi akibat polusi udara di Jakarta sebesar 2.600.000.000 USD. Angka yang fantastis bukan ?
Kenali Lebih Jauh #SelimutPolusi, Tak Hanya Polusi Udara
Berbicara mengenai #SelimutPolusi atau polusi, apa yang terbersit di benak kita ? Jawabannya akan sangat beragam, namun dipastikan kemungkinan besar akan menggambarkan polusi dengan asap kendaraan bermotor, asap rokok, atau kabut tebal yang keluar dari corong pembuangan pabrik.
Sama sekali tidak salah, karena polusi udara memang salah satu polusi yang kerap kita temukan di keseharian. Namun, berbicara #SelimutPolusi ternyata tidak sesederhana itu, peradaban manusia modern ternyata menciptakan beragam jenis polusi yang kian lama kian kompleks.
Eh, tunggu dulu sebelum mengulas lebih jauh mengenai polusi, memangnya apasih yang dimaksud polusi itu ?
Dilansir dari Rimbakita, polusi didefinisikan sebagai masuknya makhluk hidup, zat, energi atau materi "asing" ke dalam lingkungan. Konsekuensinya, lingkungan yang sudah tercemar tersebut menjadi kurang atau tidak layak dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Sementara itu, makhluk hidup, zat, energi, atau materi asing yang mencemari lingkungan tersebut dikenal dengan sebutan polutan atau bahan pencemar.
Lingkungan yang telah tercemar biasanya akan mengancam atau membahayakan kehidupan makhluk hidup di sekitarnya, mulai dari tanaman, hewan, bahkan juga manusia lho.
Yuk, lanjut ke berbagai macam polusi yang berpotensi mencemari lingkungan. Ada apa saja ya ?
Selimut Polusi di Sekitar Kita
Pertama, seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya yaitu polusi udara. Dikutip dari Jagad.id , penyebab polusi udara bermacam-macam seperti Gas H2S, Gas karbon monoksida (CO), dan partikel sulfur oksida (SO2).
Dari mana gas-gas berbahaya tersebut berasal ?
Sebenarnya, gas-gas tersebut dihasilkan dari berbagai macam aktivitas manusia modern. Misalnya, Gas H2S merupakan hasil pembakaran batu bara dan minyak bumi. Kendaraan bermotor yang setiap hari kita gunakan juga diketahui menghasilkan gas berbahaya ini lho karena menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakarnya. Waduh, ternyata kita turut berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan ya ?
Sedihnya lagi, tak hanya menghasilkan Gas H2S, proses pembakaran kendaraan bermotor juga menghasilkan Gas Karbon monoksida (CO). Sementara itu, Sulfur dioksida (SO2) merupakan polutan utama dari Sulfur dioksida yang berada di udara. Partikel ini juga tak kalah membahayakan karena menjadi penyebab terjadinya hujan asam yang sangat merugikan bagi lingkungan dan makhluk hidup.
Polutan udara tidak dapat disepelekan ya karena menimbulkan dampak negatif bagi kita semua. Tak hanya hujan asam, terganggunya kesehatan manusia utamanya pada sistem pernapasan, dan rusaknya lapisan ozon yang bisa menyababkan kanker kulit. Polusi udara juga berkontribusi terhadap efek rumah kaca. Lho kok bisa ?
Begini kronologi sederhananya, zat-zat polutan yang terkumpul di atmosfer menyebabkan panas matahari yang dipantulkan oleh bumi menjadi terperangkap dan tidak bisa menembus ke luar angkasa. Fenomena ini tentunya akan meningkatkan suhu bumi secara signifikan.
Akibatnya, terjadi pemanasan global yang berdampak sangat buruk terhadap bumi seperti terganggunya iklim, tanaman pada mati, hingga mencairnya lapisan es di kutub bumi. Aduh mengerikan sekali ya ?
Kedua, ada Polusi air. Aduh sedih banget ya karena seperti kita ketahui bersama air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup. Tercemarnya air sudah pasti akan menimbulkan banhak sekali problema.
Polusi air disebabkan banyak faktor, salah satu yang paling populer adalah fostat, yang banyak dihasilkan dari pupuk kimia dan deterjen. Engga hanya itu, sampah rumah tangga yang kita produksi setiap harinya juga turut berkontribusi terhadap pencemaran air akibat pembusukan yang mengotori saluran-saluran air. Hayo siapa yang masih buang sampah di sungai ?
Pencemaran air pasti memiliki konsekuensi terhadap kesehatan manusia, contohnya diare hingga kanker. Diketahui ibu hamil yang mengonsumsi air tercemar akan berisiko melahirkan bayi cacat. Polusi pada ekosistem sungai juga dapat membunuh ikan, plankton, serta tumbuhan air pada lingkungan tersebut.
Ketiga, polusi tanah yang paling banyak disebabkan oleh pembuangan limbah padat (sampah) secara sembarangan. Seharusnya sebelum dibuang, sampah tersebut dikategorikan sebagai sampah organik dan non organik. Sayangnya, banyak sekali limbah padat yang tidak dapat terurai dibuang seenaknya seperti plastik dan sterofoam.
Tak hanya itu, berbagai jenis logam berat seperti kromium, besi, dan tembaga serta penggunaan pestisida pada pertanian juga merupakan polutan tanah.
Apa saja dampak polusi tanah bagi kehidupan ?
Pastinya, pencemaran tanah akan merusak pemandangan karena menumpuknya sampah dan pada akhirnya menimbulkan bau tidak sedap. Namun yang lebih krusial, polusi tanah menyebabkan tanah menjadi tidak subur.
Tanah yang tak lagi subur tidak dapat menunjang kegiatan pertanian sehingga produksi pangan menjadi terganggu. Terganggunya produksi pangan akan mengganggu ketahanan pangan yang merupakan bencana bagi kita semua.
Keempat dan Kelima, ada polusi cahaya dan polusi suara. Dua jenis polusi ini jarang sekali terdengar bukan ? padahal pencemaran cahaya dan suara juga merugikan lingkungan lho.
Polusi cahaya bisa terjadi karena penggunaan pencahayaan luar ruangan yang berlebihan dan invasif. Dampaknya, pencemaran cahaya ini dapat menyebabkan cahaya bintang alami menjadi samar.
Terdengar sepele ? padahal fenomena tersebut dapat mengganggu ritme sirkadian (proses 24 jam sebagian besar organisme) dan berpengaruh terhadap lingkungan, sumber energi, satwa liar, manusia, dan penelitian astronomi.
Sementara itu, polusi suara diakibatkan gangguan suara seperti knalpot kendaraan bermotor. Pencemaran suara akan mengganggu komunikasi ketika kita melakukan percakapan, lawan bicara akan sulit mendengar akibat suara berisik. Wah, ini bisa menyebabkan missed communication dong ya.
Selimut Polusi Membuat Bumi Semakin Panas dan Menyebabkan Perubahan Iklim
Ingatanku melayang pada pertengahan tahun 2019, tepatnya di bulan Agustus. Sambil membawa sekepal asa untuk kehidupan yang lebih baik, aku melanjutkan pendidikan ke jenjang master di salah satu universitas terbaik ibu pertiwi. Jujur, kala itu pertama kalinya si gadis desa ini melangkahkan kaki ke ibukota.
Tak banyak yang ku ketahui mengenai kota metropolitan ini, berdasarkan berita-berita yang disiarkan media mainstream sih ibukota kebanggaan kita ini sarat dengan pembangunan gedung-gedung tinggi juga infrastruktur transportasi yang tak kalah kerennya dengan kota-kota di Negeri Sakura.
Pesawat yang Aku tumpangi mendarat dengan sempurna di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 11.00 WIB. Selanjutnya aku menumpangi bus untuk sampai ke tujuan. Tahu yang membuatku terheran-heran kala itu ? bukan, bukan kemegahan gedung-gedung yang menjulang tinggi ke awan. Bukan pula kepadatan warga ibukota yang berkumpul bak gerombolan semut karena saking padatnya.
Selimut Polusi di Langit Jakarta
Perhatianku sepenuhnya tertuju pada langit ibukota yang begitu kontras dengan kampung halaman. Langit biru cerah dan udara segar sudah menjadi makanan sehari-hari yang aku nikmati secara gratis. Sementara di sini, di kota yang katanya nomor satu di Indonesia, kedatanganku pertama kali justru disambut dengan langit kelabu, udara pengap dan suhu yang begitu panas saking panasnya sampai terasa ke ubun-ubun.
Aku mengelus dada berkali-kali, mengapa orang-orang tetap terus berdatangan ke Jakarta demi nasib yang lebih baik. Padahal ada pengorbanan yang harus dibayar mahal, ya... bukankah berteman dengan #SelimutPolusi sama saja menggadaikan kesehatannya ?
Kemegahan Jakarta tak ada artinya lagi bagiku.
Modernitas kota ini seolah hilang ditelan selimut polusi yang begitu tebal.
Kemajuan pembangunan Sang Batavia bagaikan menguap sirna akibat suhu yang kian panas.
Bumi Semakin Panas, Fakta Bukan Ilusi !
Ternyata enggak cuma Jakarta yang makin panas...
Oktober tahun lalu, aku memiliki agenda perjalanan dari Jember (Jawa Timur) ke Cirebon (Jawa Barat). Aku dan keluarga memilih menempuh jalur darat, tepatnya melalui tol. Hinggap dari kota ke kota aku kemudian menemukan fakta bahwa engga cuma Jakarta yang makin panas. Seluruh kota yang aku lewati menyadarkanku bahwa suhu bumi kian memanas yang digaung-gaungkan aktivis lingkungan memang benar adanya. Mereka tidak mengada-ngada...
Para peneliti sebenarnya memang telah aktif melakukan pencatatan dan pengamatan suhu bumi tak hanya dari tahun ke tahun bahkan dari dekade ke dekade. Kenaikan suhu bumi dikonfirmasi oleh Global Climate Change Nasa, diketahui kenaikan suhu permukaan rata-rata bumi secara global pada tahun 2020 dan 2016 tercatat tertinggi dalam sejarah yaitu sebesar 1,02 derajat Celsius.
Ahh... memangnya kenapa jika suhu bumi semakin panas ? paling-paling orang-orang jadi lebih gampang keringetan, pedagang es teh pinggir jalan makin laris, dan orang berbondong-bondong beli kipas angin sebagai dampak lonjakan suhu bumi.
Tidak sesederhana itu fergusso... yang perlu selalu digarisbawahi bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya adalah bagian dari bumi. Maka jika bumi mengalami perubahan atau sampai kenapa-kenapa kita pasti juga akan turut merasakan dampaknya.
Para peneliti dan aktivitas lingkungan tak henti-hentinya mengingatkan bahwa suhu bumi yang cenderung memanas dari waktu ke waktu adalah sebuah kode merah bagi kemanusiaan. Kenapa bisa begitu ? karena meningkatnya suhu bumi merupakan salah satu indikator yang nyata perubahan iklim.
Perubahan iklim (Climate Change) adalah perubahan signifikan iklim, suhu udara, dan curah hujan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu mulai dari dasawarsa sampai tahunan.- Kementrian Lingkungan idup dan Kehutanan
Lantas, Selain Suhu Bumi Apa Saja Indikator Perubahan Iklim ?
Indikator Perubahan Iklim (Dokpri)
Hasil observasi dan pengamatan para peneliti yang dirilis oleh UN Climate Change, menunjukkan bahwa perubahan iklim yang kita alami semakin nyata. Pertama, peningkatan kadar karbon dioksida sebagai penyebab utama terhadap perubahan iklim lainnya di atmosfer. Kadar karbon dioksida tercatat terus meningkat sejak masa pra industri, dari 278 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005.
Kedua, Meningkatnya jumlah air namun penyebarannya tidak merata. Hal ini diketahui dari peningkatan presipitasi di beberapa belahan bumi (Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara, dan Asia Tengah). Sementara di daerah lainnya (Sahel, Mediteranian, Afrika Selatan, dan sebagian Asia Selatan) justru sebaliknya.
Ketiga, terjadi kenaikan permukaan air laut. Tercatat tengah terjadi kenaikan permukaan air laut sejak abad ke-19 dengan kenaikan sebesar 0,17 meter. Keempat, pengurangan tutupan salju utamanya pada saat musim semi sebesar 7% pada belahan bumi utara.
Kelima, mencairnya gletser yang berkontribusi terhadap kenaikan permukaan air laut sebesar 0,77 mm per tahun pada periode 1993-2003. Keenam, Benua Arktik menjadi lebih hangat. Suhu rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga mencapai dua kali lipat suhu rata-rata seratus tahun terakhir. Data mencatat bahwa luasan laut es rata-rata di benua tersebut telah berkurang 2,7% per dekade.
Dampak Perubahan Iklim Nyata, Mengancam Orang tua dan Anak Cucu Kita
"Earth Getting Hotter, People Getting Sicker"- The Korea Times
Sebuah tajuk berita pada media internasional The Korea Times menggugah nalarku. Kira-kira artinya begini "bumi yang semakin panas akan menyebabkan manusia semakin rentan sakit". Aku berpikir keras mencoba mencari relasi antara naiknya suhu bumi dengan makin rentannya kesehatan manusia. Kemudian setelah membaca artikel secara keseluruhan aku menemukan sebuah pemahaman baru yang begitu mengejutkan.
Dampak Perubahan Iklim Bagi Manusia (Dokpri)
Perubahan Iklim Meningkatkan Potensi Penyebaran Patogen
The Nature baru-baru saja mempublikasikan penelitian penting, disebutkan bahwa perubahan iklim menyebabkan mobilitas satwa liar lebih tinggi bahkan hingga ke luar habitat aslinya. Hal ini diprediksikan akan menciptakan 123.000 kemungkinan kontak baru dengan spesies lainnya dan 4.600 kasus berbagi patogen di antara manusia pada 2070 mendatang.
Dengan kata lain, semakin memanasnya suhu bumi, maka konsekuensinya akan semakin banyak kemungkinan penyebaran patogen antar spesies yang mana hal ini tentunya akan sangat berbahaya.
Ahh ini terlalu mengada-ngada, kita akan baik-baik saja kok...
Kita tentu masih ingat dengan virus SARS, MERS, dan Covid-19 yang telah memakan korban jiwa di seluruh dunia kan ? Sederet virus berbahaya di atas terjadi karena perpindahan patogen dari kelelawar ke manusia sebagai konsekuensi dari perubahan iklim dan memanasnya suhu bumi.
The Korea Times juga menambahkan, diketahui dari jurnal terbaru mengenai perubahan iklim dan alam sebanyak 58% dari 375 penyakit menular seperti kolera dan antraks dengan tingkat penyebaran kian tinggi. Dikatakan bahwa peningkatan penyebaran penyakit akibat transfer patogen yang lebih cepat dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan cuaca yang tidak biasa seperti banjir, gelombang panas, dan kekeringan.
Ini bukan hanya masalah yang akan kita hadapi di masa depan, ini masalah yang kita hadapi saat ini.
Aku yakin banyak yang sudah kehilangan orang tua, kakak, adik, anak, istri, suami bahkan cucunya karena pandemi Covid-19 yang menyerang kita pada awal tahun 2020 lalu. Pengorbanan kita sudah cukup, jangan sampai ada nyawa lagi yang harus dipertaruhkan akibat memanasnya suhu bumi dan perubahan iklim.
Perubahan Iklim Sebabkan Climate Anxiety
Laporan "Climate Change 2022" Impacts, Adaptation, and Vulnerability" yang dirilis oleh IPCC menyatakan temuan terbaru bahwa ada korelasi antara perubahan iklim dengan kesehatan mental, khususnya anak-anak muda. Disinyalir perubahan iklim yang menyebabkan cuaca makin ekstrim seperti hujan badai, suhu yang kian panas, hingga bencana alam lainnya menyebabkan kecemasan berlebihan atau yang dikenal dengan Climate Anxiety.
Sebuah survei yang melibatkan 10.000 remaja memvalidasi hal tersebut. Sebanyak 27% responden mengaku sangat cemas (extremely worried) akan perubahan iklim dan hanya 5% yang sama sekali tidak mengkhawatirkan perubahan iklim. Lebih lanjut, survei juga menemukan bahwa perubahan iklim membuat anak-anak muda sebanyak 68% merasa sedih dan takut, 58% merasa marah, serta 51% merasa bersalah. Waduh ngeri juga ?
Permasalahan mental health sudah sepatutnya menjadi concern kita bersama, mengingat ancaman emosi negatif anak-anak muda akibat perubahan iklim jelas akan mempengaruhi produktivitas dan pengembangan diri mereka di berbagai bidang. Anak muda yang merupakan penerus masa depan merupakan "sumber daya" yang perlu dijaga.
Maka dari itu, Climate Anxiety adalah masalah darurat yang perlu segera diatasi, demi masa depan dan keberlanjutan umat manusia.
Perubahan Iklim Meningkatkan Risiko Kelaparan
Climate Change is a threat multiplier for hunger- Concernusa.org
Memang ya, ngomongin dampak perubahan iklim seperti enggak ada habisnya. Seperti dilansir dari media internasional Concern Usa, disebutkan dengan gamblang bahwa perubahan iklim meningkatkan risiko kelaparan secara global. Mengapa demikian ? Bagaimana perubahan iklim bisa menyebabkan kelaparan ?
Pertama, Perubahan Iklim memengaruhi kegiatan pertanian dan produksi pangan. Seperti kita tahu bahwa tingginya suhu, kekeringan, banjir dan meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer berdampak pada proses budidaya tanaman dan juga peternakan secara global.
Misalnya, akibat dari krisis air global secara signifikan menyebabkan penurunan produksi jagung dan gandum. Bahkan, berdasarkan laporan FAO, disebutkan jika sekitar 80% kegagalan panen dan penurunan produksi hasil panen di beberapa wilayah seperti Africa, Bangladesh, dan Vietnam disebabkan oleh perubahan iklim.
Kedua, Perubahan iklim membatasi akses masyarakat terhadap pangan. Jika perubahan iklim menurunkan jumlah produksi pangan, maka artinya perubahan iklim juga mengurangi pangan yang bisa diakses oleh masyarakat dari segi harga, jumlah, maupun kualitas.
Misalnya, pandemi Covid-19 yang diduga juga bagian dari dampak perubahan iklim terbukti berimplikasi terhadap kenaikan harga-harga pangan bahkan juga obat-obatan. Sementara itu, masyarakat kelas menengah ke bawah dengan pendapatan yang pas-pasan sudah pasti tidak dapat mengakses pangan yang layak.
Ketiga, Perubahan iklim mereduksi nutrisi dan kualitas pangan. Kelaparan maupun malnutrisi adalah isu yang erat sekali dengan ketersediaan pangan yang dilihat dari segi kualitas dan kuantitasnya.
Mengapa perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kelaparan maupun malnutrisi ?
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa tingginya konsentrasi karbon dioksida di udara akan mengurangi kandungan protein, zinc, dan zat besi pada tanaman. Padahal ketiga nutrisi tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Bahkan, dari sumber yang sama disebutkan jika pada 2050 mendatang diprediksikan 175 juta orang akan menderita kekurangan Zinc dan sebanyak 122 juta orang akan kekurangan protein. Waduh..waduh... gawat nih !
Intinya, dampak perubahan iklim bagi kehidupan manusia, bagi kita, bagi orang tua kita, bagi keluarga kita, bagi anak cucu kita nanti bukan hanya isapan jempol belaka. Dan ini bukanlah bencana yang akan kita hadapi nanti, ini masalah besar yang kita hadapi bersama secara global saat ini...
5 Cara Hutan Atasi Perubahan Iklim #UntukmuBumiku
Kita Butuh Hutan untuk Atasi Dampak Perubahan Iklim (Dok. Team Up For Impact)
Hutan tropis adalah salah satu pertahanan terbaik alam terhadap perubahan iklim. Semua hutan dan lanskap lainnya berfungsi menyerap karbon dioksida dan menyimpan karbon, tetapi hutan hujan tropis (rainforests) melakukannya dengan lebih baik.
Beruntungnya kita ! Berdasarkan data dari Golongan Hutan, Indonesia memiliki tutupan hutan hujan tropis (rainforests) terluas ketiga di dunia dengan jumlah spesies mamalia, palmae dan burung endemik nomor satu. Selain itu, hutan Indonesia juga merupakan pemasok 80% tanaman obat dunia. Keren banget kan ?
Lalu, kembali ke pertanyaan utama, memangnya bagaimana hutan khususnya hutan hujan tropis bisa menekan perubahan iklim. Nah, dikutip dari Rain Forest Trust, ini dia 5 cara hutan sebagai salah satu solusi perubahan iklim.
Pertama, hutan mempertahankan kelembaban atmosfer melalui proses transpirasi yaitu proses dimana tanaman melepaskan air melalui daunnya. Kemudian menciptakan awan hujan sehingga terjadilah hujan yang dapat mencegah kekeringan. Oleh karenanya, pengurangan tutupan hutan yang signifikan dapat mengurangi curah hujan dan meningkatkan kekeringan.
Kedua, hutan mengurangi reflektifitas bumi karena menyerap lebih banyak panas. Ketika hutan ditebang, panas akan dipantulkan kembali ke atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi cuaca secara global di wilayah yang cukup luas. Sementara itu, pada cakupan wilayah yang lebih sempit akan dapat mengubah jumlah curah hujan lokal dan pola cuaca.
Ketiga, hutan menyerap dan menyimpan karbon. Ekosistem hutan mampu menyerap sekitar 2 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya, menjadikan hutan sebagai penyerap karbon terestrial terbesar di Bumi.
Hutan menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan mengubahnya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap kemudian disimpan di pohon yang hidup, kayu mati, serasah, dan tanah hutan. Hal ini diketahui berkontribusi pada "reservoir" karbon di seluruh dunia yang berfungsi untuk mengurangi perubahan iklim.
Keempat, hutan adalah filter air yang dimiliki alam. Hutan menyaring polusi air sebelum mengalir ke saluran dan pasokan air yang lebih besar. Hutan juga memoderasi pergerakan air hujan sehingga cadangan air bawah tanah dapat terisi kembali.
Kelima, hutan berkontribusi menstabilkan iklim. Hutan membantu menjaga keseimbangan sistem iklim lokal dan menstabilkan proses alami yang kompleks yang mengatur iklim Bumi. Kerusakan hutan hujan dalam skala besar mengganggu sistem tersebut sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Keren banget ya hutan ? Dapat disimpulkan kita tidak mungkin bisa menjalani kehidupan tanpa keberadaan hutan. Kita bergantung penuh pada hutan.
Yang Muda Yang Berkolaborasi Atasi Perubahan Iklim
Usia Muda Dominasi Penduduk Indonesia (Dok. Indonesia Baik)
Sensus Penduduk 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa usia muda mendominasi struktur demografi penduduk Indonesia. Yapp, sensus yang dilakukan pada periode Februari sampai dengan September 2020 menunjukkan dari total penduduk Indonesia (270,2 juta jiwa), sebanyak 27,94% atau 75,49 juta jiwa terdiri dari Gen Z yang lahir antara tahun 1997-2012.
Selanjutnya, jumlah penduduk paling dominan kedua diisi oleh Generasi Milenial (1981-1996) sebanyak 25,87% atau 69,38 juta jiwa. Kemudian, di urutan ketiga disusul oleh Generasi X, mereka yang lahir pada periode 1965-1980 dengan populasi sebesar 21,88%.
Sisanya ada Generasi Pre-Boomer (lahir sebelum tahun 1945) sebanyak 1,87%, Generasi Baby Boomer (lahir tahun 1946-1964) sebanyak 11,56%, dan Post Gen Z (lahir setelah 2013) sebanyak 10,88%.
Usia muda mendominasi penduduk Indonesia...
Ini sebuah kabar gembira yang perlu dirayakan, eits bukan dengan pesta semalam suntuk atau gempuran kembang api seperti saat kita merayakan pergantian tahun. Melimpahnya generasi muda perlu dirayakan dengan semangat akan perubahan khususnya pada isu-isu yang urgen seperti perubahan iklim. Setuju dong ?
The Future of this planet and the next generation lies in the hands of today's youth-Voice of Youth by UNICEF
Aku yakin keterlibatan anak muda sebagai #MudaMudiBumi dalam gerakan dan pemikiran akan bumi yang lebih baik dan mitigasi perubahan iklim akan memberikan gebrakan-gebrakan progesif. Bahasa kerennya mah yang muda yang berkolaborasi atasi perubahan iklim. Yapp.. nggak cuma gerakan yang bersifat individu, yuk kita yang muda-muda ini kompak berkolaborasi menciptakan aksi nyata hempas perubahan iklim.
Berikut 3 Aksi Efektif #MudaMudiBumi Ciptakan Perubahan Atasi Perubahan Iklim Menurut Para Ahli
Aksi #MudaMudiBumi Atasi Perubahan Iklim Menurut Para Ahli
Pertama, buat suara kita terdengar di ruang publik. Dengan jumlah yang mendominasi, modal utama anak-anak muda dalam memerangi krisis iklim adalah kemampuan kita untuk mencuri perhatian publik, menjadi viral di dunia digital bahkan berpotensi terdengar dalam skala global.
Ada banyak cara kreatif yang bisa dilakukan, kita bisa konsisten menyuarakan isu-isu perubahan iklim melalui platform masing-masing, di grup Whatsapp keluarga, sampai ke warung-warung kopi langganan.
Kita juga bisa membawa isu-isu mengenai krisis iklim dalam diskusi di ruang kelas bersama guru atau dosen, karena isu mengenai iklim sangat relevan dengan kondisi kita saat ini apapun mata kuliah atau mata pelajarannya.
The last but not least, banyak sekali ruang kolaboratif yang bisa dijajaki. Bermodal sosial media di tangan, kita bisa menemukan event-event seru yang mengajak melakukan aksi nyata secara kolektif seperti menanam pohon, membersihkan pantai, hingga kegiatan mengolah limbah plastik secara sederhana.
Misalnya, buat #MudaMudiBumi yang ingin ikut serta hajar selimut polusi melalui aksi-aksi yang anak muda banget bisa ikut gerakan #TeamUpForImpact. Cuss langsung aja kunjungi Team Up For Impact sekarang juga. Akan ada banyak challenge yang seru dan pastinya berdampak positif #UntukmuBumiku.
Kalian juga akan bertemu dengan orang-orang hebat lainnya yang punya kepedulian untuk bumi. Enggak cuma bisa berkontribusi, bonus juga menambah jejaring !
Kedua, berpartisipasi di politik dan gunakan hak suara dengan bijak. Sesuai dengan ketentuan undang-undang, ketika telah mencapai usia 17 tahun maka kita memiliki hak pilih dalam politik.
Sayang banget jika memilih golput, menuju pemilu 2024 nanti jangan sampai anak-anak muda tidak menggunakan hak pilihnya. Enggak asal memilih dong, pastikan kandidat pilihan kita memiliki concern dan mengutamakan isu-isu mengenai lingkungan dan perubahan iklim dalam menyusun kebijakannya nanti.
Tahu dong sosok Hillary Brigitta Lasut yang hanya berusia 23 tahun saat terpilih menjadi salah satu anggota dewan. Masih muda banget ya ? mungkin banyak yang belum tahu kita memang memiliki hak menjadi anggota dewan sejak berusia 21 tahun lho.
Nah, selain memanfaatkan hak pilih dengan sebaik mungkin sudah saatnya anak-anak muda juga berani untuk mencalonkan diri untuk menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan. Tak lain tak bukan untuk membawa misi perubahan #UntukmuBumiku.
Hadirnya anak muda yang peduli lingkungan sebagai pemangku kebijakan diharapkan dapat meningkatkan isu-isu lingkungan dan perubahan iklim sebagai pertimbangan dalam melahirkan kebijakan-kebijakan publik di berbagai aspek mulai dari ekonomi, kesehatan, juga sosial.
Ketiga, libatkan isu-isu lingkungan dalam keseharian baik dalam pekerjaan, hobi, sampai keahlian lainnya. Dilansir dari ABC News, menurut para ahli cara terbaik yang bisa dilakukan anak-anak muda untuk melakukan perubahan bagi krisis iklim adalah dengan melibatkannya ke hal-hal yang kita cintai.
Misalnya, jika kita seorang pencipta lagu dapat berkontribusi dengan menyuarakan isu lingkungan dan perubahan iklim melalui lagu yang powerful. Atau jika kita seorang penulis, kita bisa banget memberikan sumbangsih melalui tulisan-tulisan yang menggugah banyak orang.
Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui... enggak hanya menyuarakan isu mengenai lingkungan dan perubahan iklim tapi dengan begitu kita sebagai anak muda juga aktif berkarya, tentunya sifatnya positif. Keren banget ya ?
Tiga Aksi Dari Rumah #MudaMudiBumi untuk Hajar Selimut Polusi
Selain, aksi-aksi yang bersifat advokasi di atas, kita sebagai #MudaMudiBumi juga bisa melakukan aksi-aksi sederhana namun berdampak positif yang dilakukan dari rumah. Apa saja ? Hanya dengan konsisten melakukan 3F (Food, Fashion, dan Fuel).
Pertama, Food (Bijak Mengkonsumsi Produk Pertanian dan Peternakan). Dilansir dari Lini Sehat, mengurangi sisa makanan atau food waste bisa menjadi cara mudah untuk mengurangi jejak karbon dari makanan. Sisa makanan yang dibuang menghasilkan gas metana saat tertimbun di tanah yang turut berkontribusi pada pemanasan global. Pembuangan makanan atau food waste secara global menghasilkan sekitar 4,4 giga ton karbondikosida (CO2) atau 8% dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia.
Kedua, Fuel (Hemat Energi Bahan Bakar Fosil & Terapkan Green Commute)
Ketiga, Fashion (Tren Thrifting Pilihan Keren dan Solutif Anak Muda)
Mau tau lebih dalam mengenai Aksi 3F (Food, Fashion, dan Fuel) ? Langsung aja meluncur di sini.
Andai Aku Presiden RI, Ini Kebijakan Kurangi Selimut Polusi #UntukmuBumiku
Membahas soal perubahan iklim dan selimut polusi tuh geregetan banget ya?Seketika ingin berbuat banyak untuk bantu selamatkan bumi. Kepala juga tiba-tiba diisi banyak ide dan gagasan sebagai solusi untuk atasi perubahan iklim.
Boleh dong berandai-andai sedikit, misalnya jika aku seorang presiden yang punya seabrek kewenangan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan progesif melawan perubahan iklim dan selimut polusi.
Memangnya apasih yang mau dilakukan? Nah, berikut sederet kebijakan yang akan aku lakukan sebagai presiden Indonesia guna menghajar selimut polusi dan perubahan iklim.
Kebijakan Hajar Selimut Polusi dan Perubahan Iklim
Eksternalitas Lingkungan dan Pilihan Kebijakan (Mix Policy)
Pembangunan yang dilakukan selama ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan melalui capaian pertumbuhan ekonomi. Realitanya kegiatan ekonomi tidak saja memberikan dampak positif namun justru merugikan jika dilihat dari sisi lingkungan, kesehatan, dan bahkan pembangunan ekonomi itu sendiri.
Misalnya, proses produksi dan konsumsi yang menghasilkan polutan yang kemudian berkontribusi terhadap menebalnya #SelimutPolusi yang lagi-lagi mendorong terjadinya perubahan iklim.
Kasus lain dengan dampak yang lebih luas juga dapat dilihat dari pembukaan lahan kelapa sawit untuk kepentingan perusahaan. Dampaknya, terjadi kebakaran hutan hebat yang mengganggu kualitas udara tidak hanya di negara sendiri tapi juga negara tetangga.
Dampak lainnya yang dirasakan masyarakat sekitar seperti terbatasnya jarak pandang, timbulnya polusi udara, suhu yang panas, dan timbulnya penyakit ISPA.
Nah, dikutip dari Penelitian Yuniarti (2019), dalam ilmu ekonomi kerugian lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan ekonomi seperti kasus di atas secara spesifik dikenal dengan eksternalitas lingkungan.
Sungguh ironis ya ? Eksternalitas lingkungan memberikan kita kesadaran bahwa pembangunan ekonomi yang bertujuan menciptakan kesejahteraan justru malah menyebabkan gangguan kesehatan. Sangat disayangkan karena menciptakan generasi yang unggul diperlukan kesehatan yang baik dan lingkungan berkualitas bagi masyarakat.
Sebagai Presiden RI, maka aku akan menerapkan bauran kebijakan (mix policy) yang meliputi Command and Control Policy dan Pigovian Tax untuk menanggulangi masalah eksternalitas lingkungan.
Command and Control Policy serta Pigovian Tax, Seperti Apa dan Seberapa Efektifkah ?
Command and Control Policy direalisasikan dengan cara melarang atau justru mengharuskan perilaku tertentu sebagai standar operasional yang harus dipatuhi pelaku ekonomi entah pelaku industri skala besar maupun usaha menengah dan mikro. Jika tidak maka ada konsekuensi hukum yang perlu ditanggung oleh pelaku.
Misalnya, membuang bahan kimia beracun ke saluran air tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu adalah tindakan kriminal. Selain itu, terkait dengan penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi udara. Pemerintah perlu melarang atau membatasi kendaraan bermotor tertentu untuk mengatasi masalah eksternalitas.
Supaya lebih efektif, juga diperlukan kebijakan Pivogian Tax/Pajak Pigovian. Seperti apa mekanismenya ? yaitu dengan memberlakukan pajak bagi pelaku usaha yang memberikan dampak eksternalitas terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya. Penentuan besaran pajak yang harus dibayar disesuaikan dengan seberapa besar dampak negatif yang dihasilkan.
Pajak tersebut juga sepatutnya dikembalikan ke masyarakat sekitar yang terdampak oleh adanya kegiatan ekonomi tersebut sebagai insentif untuk memperbaiki kualitas kesehatan atau lingkungannya.
Bauran kebijakan ini akan sangat efektif jika penerapannya diawasi betul dan pemerintah dapat berlaku tegas. Jelas, pemerintah juga memerlukan bantuan masyarakat untuk ikut melakukan pelaporan pelaku usaha yang terindikasi merugikan lingkungan dan tidak mematuhi prosedur pengolahan limbah atau kegiatan terkait lainnya.
Pemberlakuan Carbon Tax untuk Menekan Emisi karbon
Beberapa negara maju seperti Swedia, Finlandia, dan Denmark telah berhasil menekan emisi karbon sebesar 7-15% dengan menggunakan instrumen kebijakan Carbon Tax.
Kebijakan Carbon Tax/ Pajak karbon mungkin sudah cukup familiar di telinga kita. Konsep Carbon Tax sejatinya sederhana, yaitu memberlakukan pajak atas polusi yang dihasilkan pada penggunaan bahan bakar fosil yang memberikan kontribusi negatif terhadap lingkungan berupa polusi udara dan perubahan iklim.
Pada prakteknya penerapan Carbon Tax terhadap perusahaan akan meningkatkan biaya produksi yang kemudian ditanggung bersama oleh konsumen maupun produsen. Harapannya, dengan pemberlakuan carbon tax akan menurunkan permintaan bahan bakar fosil karena adanya kenaikan harga seperti yang berhasil dilakukan oleh Swedia, Finlandia, dan Denmark.
Sebagian besar mungkin akan bertanya-tanya, mengapa harus Carbon Tax ? Lalu, adakah kelebihan kebijakan ini dibanding kebijakan lainnya ?
Tiga Kelebihan Carbon Tax dalam Mengurangi Selimut Polusi
Bersumber dari penelitian Ratnawati (2016), terdapat tiga kelebihan utama utama kebijakan Carbon Tax dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca.
Pertama, Carbon tax bersifat lebih fleksibel sehingga memungkinkan untuk diberlakukan untuk semua jenis bahan bakar fosil, oleh karenanya dapat mencakup semua sumber emisi utama.
Kedua, Carbon tax memberikan gambaran harga yang jelas untuk perusahaan dan rumah tangga. Dengan informasi harga karbon yang jelas baik konsumen maupun pelaku usaha akan terdorong untuk melakukan tindakan hemat energi dan berinvestasi lebih banyak pada teknologi hemat energi.
Ketiga, mekanisme pemungutan Carbon Tax dapat mengacu pada atau dibuat sama dengan mekanisme pemungutan pajak yang telah ada.
Desain Kebijakan Carbon Tax yang Ideal untuk Indonesia
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana menciptakan desain kebijakan Carbon Tax yang ideal untuk Indonesia supaya efektif mengubah perilaku rumah tangga dan industri untuk mengurangi penggunaan energi yang tinggi emisi.
Dasar untuk Penentuan Tarif Pajak
Mengacu pada Environmental Taxation a Guide for Policy Makers yang dirilis oleh OECD (2001), terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam mendesain perpajakan lingkungan. Pertama, dasar pengenaan pajak lingkungan harus ditujukan kepada polutan atau perilaku polusi.
Oleh karenanya, perlu identifikasi terlebih dahulu berbagai bentuk gas rumah kaca, sumber, dan potensi pemanasan global (GWP).
Jenis, sumber, dan potensi pemanasan global (GWP) Gas Rumah Kaca
Jika dilihat setiap jenis Gas Rumah Kaca (GRK) memiliki potensi penyebab pemanasan global yang berbeda-beda. Misalnya, Karbon dioksida memiliki potensi penyebab pemanasan global yang paling rendah diantara gas lainnya meskipun konsentrasinya paling tinggi di atmosfer. Oleh karenanya, angka acuan indeks daya penyebab pemanasan global (GWP) untuk Karbon dioksida adalah 1.
Sementara itu, Gas Nitrous Oxide memiliki nilai GWP sebesar 296, maka artinya 1 ton Nitrous Oxide mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global 296 kali lebih tinggi dibandingkan 1 ton karbon dioksida.
Nilai GWP ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya tarif pajak, tentunya semakin besar nilai GWP yang menunjukkan makin besarnya potensi penyebab pemasanan global maka makin besar tarif Carbon Tax yang dikenakan.
Lantas, seberapa besar tarif Carbon Tax ?
Well, menghitung tarif carbon tax memang tidak mudah namun kita dapat menggunakan pendekatan sesuai dengan target penurunan emisi sebesar 26%.
Hasil perhitungan yang dilakukan Ratnawati (2016) menyatakan bahwa tarif carbon tax idealnya sebesar Rp. 80.000/ton karbon dioksida dengan kenaikan 5%/tahun hingga mencapai besaran Rp. 300.000/ton karbon dioksida.
Masih dengan sumber yang sama, selain tarif pajak, kebijakan carbon tax yang ideal untuk Indonesia harus mencakup hal-hal lainnya, seperti pajak karbon dikecualikan untuk penggunaan Liquid Petroleum Gas (LPG) karena masih banyaknya rumah tangga menengah ke bawah yang menggantungkan hidupnya pada penggunaan LPG.
Selanjutnya, yang tak kalah penting adalah memastikan reduksi emisi yang dapat dilakukan dengan melakukan indeks tarif carbon tax sesuai dengan inflasi dan setiap lima atau sepuluh tahun dilakukan penilaian ulang oleh konsultan ahli.
Membentuk Green Tax Comission
Pengenalan pajak baru dan penerimaan publik terhadap carbon tax dan pigovian tax memerlukan lembaga khusus. Misalnya, kita perlu meneladani Swedia dan Denmark yang mendirikan sebuah komisi yang dinamakan Green Tax Comission untuk memperkenalkan perpajakan lingkungan ke publik.
Langkah progresif tersebut perlu ditiru oleh Indonesia. Namun siapa saja yang kapabel mengisi lembaga ini ? pada umumnya dapat diisi oleh representasi dari pihak-pihak yang terkena dampak dari kebijakan carbon tax seperti industri dan publik, akademisi, serta para expert di bidang perpajakan lingkungan.
Adanya lembaga ini juga dapat mewadahi diskusi dari segala aspek pajak lingkungan seperti tindakan mitigasi, kompensasi untuk rumah tangga, dan menguatkan komitmen semua pihak yang terlibat.
Salah satu bentuk keberhasilan Green Tax
Commission dalam mempercepat implementasi
perpajakan lingkungan dapat dilihat di Denmark
dimana proposal reformasi perpajakan hijau
setelah diajukan dapat dengan mudah segera
diberlakukan.
Semoga Indonesia juga segera menyusul keberhasilan Denmark !
Pengelolaan Pendapatan dari Pajak Lingkungan untuk Kembali ke Lingkungan
Terakhir, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pendapatan dari pajak lingkungan dapat dikelola dengan baik. Tentunya pendapatan tersebut harus digunakan untuk kepentingan lingkungan.
Misalnya, pendapatan tersebut dapat didistribusikan untuk penelitian dan pengembangan (research and development) untuk mendorong ekonomi Indonesia ke arah yang lebih rendah karbon melalui inovasi energi terbarukan.
Tak hanya itu, dukungan terhadap investasi efisiensi energi
seperti investasi pada teknologi terbarukan,
investasi transportasi umum berbahan bakar
biofuel dan teknologi kendaraan listrik turut
diperlukan dalam rangka mendorong penurunan
konsumsi energi dan emisi karbon.
"Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia."
Kata-kata di atas bukan hanya pemanis sejarah republik ini, kata-kata di atas adalah sebuah bukti komitmen dan rasa cinta tanah air pemuda-pemudi Indonesia kala itu.
Sebuah ikrar yang tak hanya mengikat generasi muda pada era 1928-an, kita semua sebagai generasi muda Indonesia sampai kapanpun wajib meneruskan komitmen dari sumpah pemuda di atas.
Mencermati kata demi kata, "bertumpah darah satu, tanah air Indonesia"... rasanya sangat relevan dengan selimut polusi dan perubahan iklim saat ini ya ?
Tanah air kita, Indonesia, memang sedang tidak baik-baik saja. Bencana karhutla, deforestasi, banjir, kekeringan, naiknya harga-harga pangan, masalah kesehatan hingga kemiskinan adalah sederet benang merah yang berujung pada perubahan iklim.
Maka peringatan sumpah pemuda pada tahun 2022 ini sudah sepatutnya menjadi momentum generasi muda untuk mentransformasikan sumpah pemuda menjadi aksi-aksi nyata dan progresif untuk memerangi perubahan iklim.
Mari berkontribusi ! Dimulai dari hari ini dan terus konsisten sampai nanti.
Keterangan : Ilustrasi yang ditampilkan hasil proses kreatif penulis dengan menggunakan aplikasi Canva Image. Gambar yang digunakan merupakan dokumen pribadi dan bersumber dari media lain yang telah disebutkan secara tertulis. Sumber data yang digunakan tertulis disertai link.
No comments