 |
Langit Jakarta Cerah Saat PSBB |
Yang disyukuri dari Pandemi Covid-19, Langit Jakarta Cerah !
Enggak menyangka ya, di akhir tahun 2022 ini kehidupan mulai berangsur normal kembali pasca pandemi yang menimpa kita dua tahun belakangan. Memang belum dapat dikatakan seratus persen kembali ke kondisi awal sih, tetap harus menjaga diri dengan disiplin menggunakan masker di ruang publik dan rutin mencuci tangan, tapi setidaknya teror angka-angka kematian akibat Covid-19 sudah jarang terdengar.
Alhamdulillah... senang sekali menyaksikan masyarakat bisa menuntaskan rindu dengan keluarga di kampung halaman, karena selama pandemi kita benar-benar dibatasi. Enggak cuma itu, senang sekali melihat dedek-dedek sekolah dan mahasiswa yang kembali belajar tatap muka karena sudah pasti mereka jenuh jika hanya belajar melalui layar ponsel atau komputer tanpa interaksi sosial yang nyata.
Di tengah rasa syukur akan kembali dibukanya aktivitas-aktivitas di ruang publik, ada satu hal yang kemudian membuat diri ini bersedih. Mengamati lalu lalang kendaraan bermotor yang tiada henti di depan rumah membuatku berpikir jauh lebih dalam.
Polusi telah kembali...
Well, mobilitas masyarakat yang kembali normal jelas memiliki konsekuensi khususnya terhadap lingkungan. Sebuah artikel dari
Mongabay bertajuk "Pandemi belum pergi, Polusi sudah kembali" secara gamblang menjelaskan bahawa kebijakan pelonggaran dan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 telah membawa polusi lahir kembali. Dikatakan lebih jauh, di beberapa kota-kota lainnnya bahkan mengalami peningkatan kualitas udara yang lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi.
Aduh... enggak rela deh, rasanya baru kemarin kita sama-sama menikmati langit jakarta yang biasanya berkabut dan terselimuti polusi menjadi langit cerah dengan warna biru yang menawan... baru sebentar kondisi sudah harus kembali ke sedia kala.
.jpeg) |
Kondisi Polusi Jakarta dari Waktu ke Waktu (Dok. Mongabay)
|
Langit Jakarta kembali dipenuhi selimut polusi, berwana kelabu dnegan jarak pandang yang pendek...
Well, memangnya apa konsekuensinya jika kualitas udara di Jakarta semakin buruk ? Begini guys, tercemarnya udara dengan polutan seperti Nitrogen dioksida akan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia, misalnya yang sering kita temui adalah terjadinya gangguan pernapasan.
Urgensi Transisi Energi, Udara Bersih adalah Hak Kita
.jpeg) |
Urgensi Transisi Energi, Udara Bersih adalah Hak Kita
|
Setuju dong jika transisi energi adalah sebuah urgensi dan keharusan. Sudah saatnya pemerintah dan stakeholder terkait bertanggung jawab terhadap kualitas udara yang kian buruk. Transisi energi dari fosil ke non fosil harus segera direalisasikan karena udara bersih adalah hak kita semua.
Sebentar sebentar, memangnya apa sih transisi energi ?
Secara sederhana transisi energi dapat didefinisikan sebagai upaya mengurangi penggunaan energi fosil dengan energi non fosil yang redan polusi dan emisi gas rumah kaca. Misalnya, perpindahan penggunaan bahan bakar kendaraan dari energi fosil ke sebagian fosil atau bisa juga perpindahan penggunaan listrik dari energi fosil ke non fosil seperti energi matahari atau angin.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa transisi energi merupakan sebuah urgensi yang wajib dan sangat perlu segera direalisasikan karena meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil. Tak hanya itu lho, sampai saat ini bahan bakar fosil juga masih menjadi bahan bakar utama pembangkit listrik. Kedua hal tersebut jelas memiliki konsekuensi terhadap semakin tebalnya selimut polusi yang berkontribusi terhadap efek gas rumah kaca (GRK).
Sudah bukan rahasia umum jika gas rumah kaca akan menyebabkan naiknya kumpulan polusi yang menyelimuti atmosfer bumi kemudian secara perlahan namun pasti akan meningkatkan suhu permukaan bumi atau bahasa kerennya Global Warming.
Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong perubahan iklim yang berkontribusi terhadap sederet bencana lingkungan dan bencana sosial ekonomi. Mulai dari banjir, kekeringan, hujan badai, kelaparan, kemiskinan, dan menurunya kualitas dan kuantitas produk pertanian yang sangat kita butuhkan sehari-hari.
Berdasarkan data yang dirilis oleh BNPB mengungkap fakta bahwa memang benar jika efek gas rumah kaca adalah bencana yang mendominasi atau paling sering terjadi di Indonesia. Lalu, siapa lagi yang akan dirugikan jika sudah begini ? tidak lain tidak bukan adalah manusia alias diri kita sendiri dan keluarga tercinta.
Untuk itu, sekali lagi perlu kita sadari bersama-sama bahwa transisi energi adalah sebuah urgensi untuk mengikis selimut polusi yang menyelimuti atmoster bumi supaya kehidupan manusia dapat kembali sejahtera terbebas dari bencana alam, kelaparan, hingga kemiskinan.
Transisi Energi Harapan untuk Negeri
.jpeg) |
Transisi Energi adalah Sebuah Harapan |
Realisasi transisi energi adalah sebuah harapan. Mengapa demikian ? Data berbicara jika emisi dari energi kendaraan bermotor dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil merupakan dua sumber emisi gas rumah kaca terbesar bersama penebangan hutan. Sehingga, dengan terealisasinya transisi energi diharapkan dapat menekan emisi dan tentunya mengikis selimut polusi.
Bahkan, pengurangan penggunaan energi fosil tidak hanya menurunkan emisi gas rumah kaca lho, namun juga akan membantu mengurangi emisi dari sektor kehutanan.
Eits, tapi aksi progresif transisi energi tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, sederet tantangan di depan mata mau tidak mau harus siap ditaklukkan.
Pertama, pasokan energi matahai dan angin tergantung musim dan periode maksimal tidak selalu cocok dengan periode beban puncak konsumsi listrik.
Kedua, pasokan air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari memerlukan ekosistem sungai yang terjaga kelestariannya.
Ketiga, lokasi daerah potensial jauh dari penduduk dan infrastruktur memadai seperti jalan, jembatan serta grid listrik.
Keempat, sektor penelitian dan pengembangan atau Research dand Development (RnD) di Indonesia belum cukup memadai.
Kelima, sektor industri komponen energi terbarukan belum tumbuh di Indonesia sehingga masih tergantung dengan komponen luar negeri atau impor barang jadi. Akibatnya, harga barang menjadi mahal dan tidak terjangkau.
Lalu, mau menyerah ? jelas tidak karena kita tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan bumi. Transisi energi mau tidak mau harus terealisasi meski secara bertahap. Memang terlihat berat dan menantang di awal, tapi aku yakin sekali ketika mega proyek ini terealisasi akan banyak manfaat yang dapat dirasakan.
Lingkungan terjaga, manusia semakin sejahtera...
Mari kita kawal transisi energi, hempas selimut polusi dan perubahan iklim, demi kebaikan negeri !
Minyak Jelantah : Energi Terbarukan dari Dapur Kita
Beberapa waktu lalu, melalui Online Gathering Eco Blogger Squad bersama Madani Berkelanjutan dan Traction Energy Asia Aku jadi tahu bahwa limbah dari dapur merupakan sumber energi terbarukan yang begitu melimpah.
Apakah itu ? Minyak jelantah, limbah dapur yang selama ini kita buang begitu saja.
Suwer deh ! Ternyata minyak jelantah yang selama ini terbuang, harus kita sayang-sayang karena memiliki segudang manfaat yang menjanjikan. Kok bisa ?
Minyak goreng bekas alias minyak jelantah (used cooking oil/UCO) berpeluang untuk diolah menjadi biodiesel yang dapat digunakan menjadi subtitusi minyak solar bagi mesin diesel untuk sektor transportasi maupun industri.
 |
Minyak Jelantah sebagai Sumber Energi Terbarukan |
Usut punya usut, pemanfataan minyak jelantah untuk biodiesel bukanlah hal yang baru di dunia. Faktanya, beberapa negara lain sudah memanfaatkan minyak jelantah untuk energi yang lebih ramah lingkungan. Nah di Indonesia sendiri, Institut Pertanian Bogor telah memanfaatkan energi yang diolah dari minyak jelantah, keren banget ya ?
Secara sederhana, siklus pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel diawali dengan proses pemurnian, penyaringan, kemudian proses mencampur hasil filtrasi dengan arang aktif lalu dinetralkan. Setelah itu dilakukan transferivikasi yang menghasilkan biodiesel kasar, kemudian kembali dilakukan proses pemurnian untuk menghasilkan biodiesel. Serangkaian proses tersebut menggunakan prinsip zero process.
Potensi Manis Biodiesel dari Minyak Jelantah di Masa Depan
Meminjam data Traction Energy, pemanfaatan minyak jelantah guna biodiesel di Indonesia didukung oleh ketersediaan bahan baku. Data mencatat, sebanyak 3 juta kiloliter minyak jelantah dikumpulkan di Indonesia pada tahun 2019, dimana sebanyak 1,6 juta kilo liter berasal dari rumah tangga perkotaan besar. Hal ini mengindikasikan biodiesel dari minyak jelantah memiliki potensi yang manis di masa depan.
Dilansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), jika minyak jelantah ini dikelola dengan baik dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional. Bahkan dikatakan lebih jauh, biodiesel dari minyak jelantah memiliki peluang untuk dipasarkan ke luar negeri. Selain itu, proses produksi biodiesel ini lebih hemat 35 % dibandingkan dengan biodisesel dari CPO (crude palm oil) serta mengurangi 91,7% emisi CO2 dibanding solar. Wah luar biasa ya !
 |
Potensi Manis Minyak Jelantah |
Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel merupakan jawaban dinanti-nanti. Solusi ini tidak hanya mengikis dilema ibu rumah tangga, namun sekaligus sumber pendapatan bagi masyarakat secara luas. Ya, selain berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan namun juga bisa cuan. Luar biasa ya ?
Aku kemudian menemukan sebuah kisah menarik nan inspiratif dari Tanah Borneo. Dilansir laman Kompas, Sardji Sarwan, seorang warga asal Tarakan Timur berhasil meraup omzet hingga 2 juta per hari dengan mengolah mengolah minyak jelantah menjadi biodiesel. Aduh bikin iri ya...
Di balik segudang kebaikan biodiesel dari Minyak jelantah, sayangnya Traction Energy Asia mencatat pemanfaatan minyak jelantah untuk biodiesel masih belum optimal. Dari sekitar 3 juta kiloliter minyak jelantah, hanya kurang dari 570 kiloliter yang dimanfaatkan sebagai biodiesel maupun untuk kebutuhan lainnya. Pemanfaatan minyak goreng bekas masih didominasi oleh penggunaan untuk tujuan daur ulang sebesar 1,95 juta ton atau setara dengan 2,43 juta kiloliter. Sedangkan, untuk ekspor sebanyak 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu kiloliter.
Mau tahu lebih banyak mengenai Minyak Jelantah sebagai Energi Terbarukan ? Klik disini
Kontribusi Mewujudkan Transisi Energi, Apa yang Bisa Kita Lakukan ?
Pertanyaan selanjutnya sudah pasti dong sebagai warga negara yang baik dan mencintai ibu pertiwi, apa sih yang bisa kita lakukan sebagai kontribusi positif mendukung gerakan transisi energi ? Jawabannya, ada banyak sekali !
Pertama, aktif terlibat dalam pengumpulan limbah rumah tangga untuk bahan baku energi non fosil (biodiesel dan biogas).
Kedua, gunakan platform digital milikmu untuk berbagi cerita menarik dan progresif mengenaik praktek energi terbarukan.
Ketiga, ajak dan disiplinkan diri untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Keempat, menghemat penggunaan listrik harian dengan mematikan lampu saat siang hari/sedang tidak di rumah, mematikan kran dan air jika sudah tidak digunakan dan kurangi penggunaan barang-barang elektronik yang tidak terlalu diperlukan.
Kelima, aktif mengkampanyekan penggunaan produk energi terbarukan khususnya yang dimulai dari lingkarang terdekat seperti keluarga dan kerabat.
Tuh, sangat mudah bukan ? Yuk dimulai dari sekarang ! Jangan tunggu nanti
No comments